Peran Ibu dalam Menguatkan Indikasi Geografis

Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa pelindungan Indikasi Geografis berperan besar dalam menjaga kualitas produk daerah sekaligus melindungi ribuan ibu di berbagai wilayah Indonesia yang selama ini menjadi motor utama produksi. Memperingati Hari Ibu pada 22 Desember 2025, DJKI mengajak masyarakat untuk semakin sadar bahwa menjaga warisan tradisional berarti melindungi para perempuan yang merawatnya.

Dalam berbagai produk Indikasi Geografis, peran perempuan terbukti mendominasi rantai produksi. Dari para pembatik, penenun, hingga pengolah pangan lokal, keterampilan turun-temurun yang dikuasai ibu-ibu menjadi fondasi reputasi produk Indikasi Geografis. Tanpa pelindungan hukum yang memadai, hasil kerja mereka rawan ditiru, dimanfaatkan secara tidak sah, atau dipasarkan tanpa standar mutu yang sesuai.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Hermansyah Siregar menegaskan bahwa setiap pelindungan Indikasi Geografis pada dasarnya melindungi manusia di balik tradisi itu.

“Di banyak daerah, perempuan khususnya para ibu adalah penjaga kualitas sekaligus pewaris pengetahuan tradisional. Dengan adanya Indikasi Geografis, hasil kerja mereka mendapatkan payung hukum sehingga reputasi produk tetap terjaga dan nilai ekonominya kembali ke komunitas,” ujarnya.

Peran itu terlihat jelas dalam Batik Yogyakarta, Batik Lasem, dan berbagai sentra batik lain yang dikerjakan hampir seluruhnya oleh ibu-ibu pembatik. Dengan pelindungan Indikasi Geografis, motif, teknik, dan standar produksinya terdokumentasi secara hukum, sehingga melindungi identitas budaya sekaligus memastikan kesejahteraan pembatik perempuan melalui kepastian pasar dan kualitas.

Di sektor tenun tradisional seperti Tenun Sumba, Tenun Sasak, Tenun Buna Insana, dan Tenun Minahasa, para ibu penenun juga memegang peranan penting. Proses pengolahan benang, pewarnaan alami, hingga pengaturan motif dikerjakan dengan ketelitian tinggi dan diwariskan antargenerasi. Status Indikasi Geografis membuat proses tersebut memiliki standar yang jelas dan dilindungi oleh aturan, sehingga tidak mudah diklaim atau ditiru tanpa izin komunitas pemilik tradisi.

Elvira seorang pengrajin Tenun Buna Insana asal Nusa Tenggara Timur menyebut menenun adalah cara perempuan di daerahnya berbicara kepada dunia. Ibu dari dua anak ini mengisahkan tradisi yang mengakar dalam kehidupan mereka. Menenun bukan hanya sebuah keterampilan, tetapi juga ritual yang menjadi gerbang kedewasaan bagi setiap anak perempuan di sana. 

“Anak-anak perempuan di sini banyak yang bilang bahwa menenun itu sulit setengah mati, tetapi karena kami punya kepercayaan itu tadi, mama-mama harus ajarkan anak perempuan mereka untuk bisa menenun. Ini adalah cara kami membekali anak-anak perempuan kami keterampilan dan menjaga warisan leluhur,” Ujarnya.

Di tangan para mama, benang-benang kapas maupun sintetis yang diberi pewarna alami itu bersatu menjadi tenun Buna Insana yang indah, membawa nama Timor Tengah Utara ke penjuru negeri, bahkan hingga ke luar negeri. Tidak jarang, kain-kain ini dipesan khusus, dibeli melalui lokapasar dengan harga yang tinggi, bahkan menyentuh Rp10 juta. Tidak hanya bisa digunakan sebagai selendang atau pakaian, hasil tenun juga bisa dimodifikasi sebagai tas, dekorasi, dan menjadi pelengkap ritual kelahiran, perkawinan, serta kematian.

Dunia pangan lokal pun menunjukkan peran serupa. Dalam produk Kopi Gayo, Garam Amed, hingga Lada Muntok Putih, banyak ibu-ibu yang terlibat dalam pengolahan pascapanen. Dengan terdaftarnya produk-produk tersebut sebagai Indikasi Geografis, keunggulan mutu dan reputasi yang melekat semakin kuat, sehingga memberi dampak ekonomi langsung bagi perempuan yang bekerja di lini produksi.

Hermansyah menambahkan bahwa pelindungan Indikasi Geografis merupakan langkah konkrit bagi masyarakat untuk menjaga keberlanjutan komunitas.

“Ketika sebuah produk Indikasi Geografis dilindungi, kita sebenarnya melindungi cara hidup dan sumber penghidupan perempuan di daerah. Inilah mengapa edukasi dan pendaftaran Indikasi Geografis perlu diperkuat agar semakin banyak kelompok perempuan terlindungi,” jelasnya.

Dalam momentum Hari Ibu tahun ini, DJKI kembali mengajak masyarakat, pemerintah daerah, dan kelompok penghasil produk lokal untuk aktif melakukan pencatatan dan pendaftaran Indikasi Geografis, termasuk memastikan penggunaan logo Indikasi Geografis yang benar. Pelindungan KI menjadi langkah nyata untuk memastikan tradisi yang dijaga para ibu tidak hanya tetap hidup, tetapi juga dihargai secara ekonomi.

Ke depan, Kementerian Hukum melalui DJKI akan memperluas pendampingan kepada komunitas perempuan penghasil produk Indikasi Geografis agar mampu memanfaatkan perlindungan ini secara optimal dan meningkatkan kesejahteraan keluarga serta keberlanjutan tradisi.

 



LIPUTAN TERKAIT

Putusan MK Perjelas Skema Royalti, DJKI Tegaskan Musisi Aman Berkarya

Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan penting atas uji materi Undang-Undang Hak Cipta dalam Perkara Nomor 28 dan 37/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh musisi. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memandang putusan ini akan memberikan kepastian hukum bagi ekosistem musik nasional, khususnya terkait polemik larangan membawakan lagu di ruang publik, serta menegaskan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual sebagai fondasi keberlanjutan industri kreatif.

Rabu, 24 Desember 2025

Tips Dee Lestari Amankan Karya sebelum Diadaptasi Jadi Film

Penulis legendaris sekaligus penyanyi Dewi Dee Lestari membagikan tipsnya untuk aman berkarya di dunia kreatif. Sebelum Filosofi Kopi menjadi kedai kopi, film bahkan apparel, Dee telah memberikan pelindungan hukum pada karyanya untuk memastikan seluruh elemen di semesta Filosofi Kopi aman

Selasa, 23 Desember 2025

Indonesia Kenalkan Sistem Hak Cipta Nasional dan Proposal Manajemen Royalti Global kepada Vietnam

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia menggelar pertemuan bilateral dengan Kantor Hak Cipta Vietnam (Copyright Office of Vietnam) untuk memperkenalkan sistem hak cipta di Indonesia serta mendorong penguatan legally binding instrument di forum Standing Committee on Copyright and Related Rights (SCCR). Pertemuan ini menegaskan komitmen Indonesia dalam memperkuat pelindungan kekayaan intelektual (KI) di tingkat nasional dan internasional sebagai fondasi kepastian hukum bagi para pencipta dan pelaku industri kreatif.

Senin, 22 Desember 2025

Selengkapnya