Memetik Salak Sari Intan Bintan, Produk Indikasi Geografis dari Kepulauan Riau

Kepulauan Riau - Suparno dan istrinya telah menyiapkan satu keranjang besar berisi bermacam-macam buah salak. Baru saja mereka memetik buah-buah salak berdaging tebal dan manis itu dari pohon-pohonnya, seolah telah mengurusi anak kandung sendiri. ‘Anak-anak’ mereka yang berdiri di tanah seluas 1,5 hektar yang merupakan sumber mata pencarian utama Suparno sepanjang tahun. 

Pohon-pohon salak yang dia urusi dengan telaten itu terletak di tengah perkebunan di Pulau Bintan, Kepulauan Riau. Perlu usaha untuk mencapainya, tetapi mengembangkan, menumbuhkan, dan memetik panen salak dari pemerintah sudah menjadi tanggung jawab Suparno. Buah-buahan yang dia petik itu juga bukan salak biasa. Salak itu harus ditanam pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut (mdpl) pada jenis tanah PMK berkarakter liat berpasir dengan pH 3,9 hingga 4,52. 

“Selain kondisi tanah, daerah ini juga memiliki tipe hujan Equatorial dengan curah hujan terjadi setiap bulan yang mempunyai dua puncak hujan, yaitu pada bulan April/Mei dan Desember/Januari,” cerita Suparno sebagai salah satu petani salak yang terhimpun dalam Asosiasi Petani Salak Sari Intan Bintan.

“Salak ini memiliki aroma yang harum dan rasa manis yang khas, tidak terasa sepat, dengan tekstur daging yang tebal, serta biji yang kecil menjadikannya buah yang sangat digemari oleh konsumen,” lanjutnya pada 18 Juni 2023 di kawasan Agrowisata Salak Sari Intan Bumi Indah yang terletak di Kelurahan Toapaya Asri, Kecamatan Toapaya, Kabupaten Bintan.

Karena itulah, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM memberikan sertifikat Indikasi Geografis untuk Salak Sari Intan Bintan. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Selain rasanya yang khas, Suparno bercerita bahwa salak yang dikembangkannya punya ciri fisik yang khusus. Kulitnya memiliki warna coklat tua hingga coklat kehitaman, dengan bentuk buah bulat atau lonjong dan ketebalan buah 0,3 sampai 1,8cm. Buah dagingnya sendiri berwarna krem hingga putih kapur dengan tekstur yang agak renyah. 

“Kalau untuk Salak Sari Intan Bintan ini bijinya lebih kecil daripada salak biasanya. Bentuknya bulat tidak beraturan dan warnanya coklat tua,” ujar Suparno.

Salak Sari Intan Bintan memiliki dua varietas yang mendapatkan pelindungan sebagai indikasi geografis, yakni Sari Intan 541 dan Sari Intan 295. Kedua varietas salak ini merupakan hasil persilangan dari varietas unggul nasional, antara lain Salak Pondoh, Salak Bali, Salak Mawar, dan Salak Sidempuan yang selama ini dikenal oleh banyak orang.

Dia kemudian mengatakan bahwa sekarang para turis juga sudah bisa ikut memanen pohon-pohon salaknya. Buah Salak Sari Intan Bintan dapat dipanen dan dinikmati langsung dari pohon pada usia lima sampai dengan enam bulan. Panen dapat dilakukan sepanjang tahun meskipun paling banyak pada November. 

Suparno juga tidak akan ragu membagikan keahliannya mengurus pohon-pohon salak dan cara memanennya agar terselamatkan dari duri salak yang tajam. Pengunjung akan mendapatkan pengetahuan mulai dari penanaman, cara persilangan bunga jantan dan betina untuk mendapatkan jumlah panen yang melimpah, hingga cara memetik salak.

Selain menunggu para pengunjung, hasil alam dari perkebunan salak ini juga dipasarkan melalui pelanggan-pelanggan yang sudah menjalin kerja sama dengan cara menghubungi dan memesan langsung melalui para petani salak di kawasan tersebut. Namun, pemasarannya memang belum luas dan masif. Dia berharap sertifikat indikasi geografis yang didapatnya dari Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, akan membantu promosi buah-buah salaknya yang berani bersaing di pasaran.

“Dengan mendapatkan sertifikat ini, harapannya kami dapat memasarkan lebih jauh lagi jangkauannya. Sementara ini terkendala karena belum tersertifikasi,” ungkap Suparno.

“Harapannya, Salak Sari Intan Bintan ini tidak hanya bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia, tapi semoga bisa ke manca negara juga,” pungkasnya. (daw/kad)



LIPUTAN TERKAIT

Melalui Seminar Nasional, DJKI Perkuat Literasi Hak Cipta di Kalangan Musisi dan Akademisi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Serahkan Izin Operasional kepada Dua LMK Produser Fonogram

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Terima Audiensi PRCI Bahas Usulan Pedoman Royalti Karya Cipta Tulis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.

Jumat, 13 Juni 2025

Selengkapnya