Memahami Persyaratan Pendaftaran dan Penggunaan Merek Kolektif
Jakarta - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly telah meluncurkan 2023 sebagai Tahun Merek nasional dalam rangkan meningkatkan rasa cinta dan bangga buatan Indonesia. Melalui arahan Yasonna, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual ingin dapat menyentuh rasa cinta tersebut dengan meningkatkan merek dan produk dalam negeri yang berdaya saing.
“Untuk itu, kami di DJKI memiliki beberapa program unggulan demi meningkatkan 17 persen KI nasional salah satunya dengan mensosialisasikan merek kolektif,” ujar Kurniaman Telaumbanua, Direktur Merek dan Indikasi Geografis, pada webinar IP Talks: Brand (H)ours dengan judul Merek Kolektif, pada Senin, 27 Februari 2023 melalui YouTube dan Zoom Meeting.
Merek kolektif secara hukum didefinisikan sebagai merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama mengenai sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang akan diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.
DJKI percaya merek kolektif mampu memberikan beberapa keuntungan kepada pemilik usaha. Secara ekonomi, merek kolektif menekan biaya pendaftaran, promosi, biaya penegakan hukum (karena biaya ditanggung bersama anggota lainnya).
“Selain itu, pengusaha juga dapat menikmati reputasi daerah atau produk yang telah dibangun oleh produsen lain. Merek kolektif juga memberikan peluang kerja sama, menguatkan kualitas produk, dan bisa menjadi alat pembangunan daerah,” tambah Kurniaman.
Koordinator Pemeriksa Merek, Agung Indriyanto, menjelaskan ada beberapa ketentuan pendaftaran merek kolektif. Yang pertama adalah pada saat pendaftaran harus jelas dinyatakan sebagai Merek Kolektif. Sedangkan yang kedua, wajib disertai salinan ketentuan pengguaan merek tersebut.
“Untuk salinan ketentuan penggunaan merek kolektif, paling tidak harus memuat sifat, ciri umum atau mutu barang/jasa. Pada dokumen ini, pemohon merek kolektif juga harus menjelaskan metode pengawasan atas penggunaan merek dan yang terakhir tentu saja merupakan sanksi apabila ada pelanggaran penggunaan kolektif kepada anggota,” jelas Agung.
Lebih lanjut, dia juga menjelaskan bahwa penggunaan merek kolektif biasanya hanya bisa dilakukan oleh anggota saja. Orang/pengusaha yang berhak menjadi anggota ditentukan oleh kelompok usaha masing-masing.
“Sistem ini membuat merek kolektif lebih sederhana karena pihak yang ingin menggunakan merek kolektif tidak perlu melakukan lisensi, tetapi bisa langsung saja bergabung sebagai anggota. Merek kolektif tidak boleh dilisensikan,” imbuhnya.
Kemudian, pengawasan mutu produk diserahkan sepenuhnya kepada pemilik merek. Hal ini bisa dilakukan secara internal atau eksternal misalnya melalui standarisasi tertentu yang sudah ditentukan bersama di antara para anggota.
Saat ini, ada sejumlah merek kolektif yang sudah terdaftar di DJKI seperti Batik Nitik Trimulyo, Perkumpulan Alumni Raya Alumni UNPAD, dan Kelompok Usaha Pande Besi. Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga memiliki tiga merek kolektif sendiri yaitu Jogja Mark, 100% Jogja, dan Jogja Tradition untuk memberdayakan pengusaha di DIY.
Sebagai informasi, ini adalah kali kedua DJKI menggelar IP Talks terkait merek. Pada kesempatan kali ini, DJKI juga mengundang Ida Suryanti dari Perindustrian dan Perdagangan DIY dan Dewi Tenty Septi Artiany sebagai Ketua Hubungan Antar Lembaga Perkumpulan Bumi Alumi. (kad/dit)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.
Jumat, 13 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025