Denpasar – Di era digital ini, teknologi Non-Fungible Token (NFT) dan blockchain memudahkan kreator seni khususnya Perupa untuk menjajakan karya ciptanya kepada masyarakat.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menghadirkan I Gede Putu Rahman Desyanta (Anta) selaku CEO & Co founder Baliola dan I Nyoman Ari Winata untuk memberikan pandangan dan pengalamannya terkait karya cipta, NFT, dan blockchain.
Dalam paparannya Anta menjelaskan bahwa saat ini kreator seni sangat dimudahkan dalam mendistribusikan karya ciptanya dengan teknologi NFT dan blockchain.
“NFT sebenarnya adalah sebuah smart contract. Di sana tertulis perjanjian atau aturan yang disepakati oleh seniman tentang royalti dan sebagainya. Sehingga nantinya pembeli online harus setuju dengan isi dari perjanjian tersebut,” jelas Anta.
Menurutnya, itu berarti terdapat mekanisme yang jelas dalam transaksi sehingga seniman bisa fokus berkarya tanpa kesulitan dengan manajemen hak ekonomi dan moral atas karyanya.
Begitu pula dengan teknologi blockchain, menurutnya dengan adanya teknologi tersebut pencipta tidak perlu takut kehilangan haknya. Sebab, teknologi tersebut memungkinkan data pemilik royalti selalu menempel pada karyanya sejak pertama kali dipublikasikan.
Menanggapi penjelasan Anta terkait NFT dan Blockchain, perupa Bali I Nyoman Ari Winata mengungkapkan bahwa ia sangat terbantu setelah mencoba teknologi NFT tersebut.
“Waktu pandemi saya kesulitan karena dealer karya kami tidak mau membeli karya kami. Namun ketika mencoba NFT, saya sangat terbantu karena siapapun bisa mengadopsi karya saya melalui marketplace tersebut,” ujar Nyoman
Ia berharap pemerintah dalam hal ini DJKI dapat berkolaborasi dengan para stakeholder seperti Baliola untuk membuat legalitas atau pelindungan hukum yang tepat dan pasti untuk para kreator seni yang memanfaatkan teknologi NFT dan blockchain.
Selanjutnya Koordinator Pelayanan Hukum dan Lembaga Manajemen Kolektif DJKI Agung Damarsasongko juga menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada di era society 5.0, di mana ‘masyarakat’ berpusat pada manusia dan berbasis teknologi.
“Semua aspek kehidupan akan selalu berhubungan dengan teknologi. Dengan perkembangan digital dalam pengelolaan hak ekonomi pencipta, terjadi struktur baru atau transformasi,” tegas Agung.
Oleh karena itu, menurutnya pelindungan kekayaan intelektual secara digital harus segera dikolaborasikan dengan stakeholder. Terlebih, sebagian besar aset digital merupakan kekayaan intelektual yang harus dilindungi secara hak cipta.
“Kolaborasi sangat penting dilakukan antara kami (pemerintah) dengan stakeholder. Fungsinya adalah memberikan pelindungan hukum yang jelas dengan selalu mengikuti perkembangan yang ada,” pungkas Agung.
Terakhir, Agung berharap dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat mengenai sistem pelindungan kekayaan intelektual dan kemajuan teknologi yang ada, anak bangsa dapat terus bertransformasi dan berkarya dengan kreatifitas tanpa batas.(AMO/SYL)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.
Jumat, 13 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025