Jenewa - Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Min Usihen menghadiri pertemuan dengan MIKTA (Meksiko, Indonesia, Republik Korea, Turki, dan Australia) yang diselenggarakan di sela-sela sidang sesi ke-31 Comittee on Development and Intellectual Property (CDIP) World Intellectual Property Organization (WIPO) pada Selasa, 27 November 2023 waktu setempat.
Min menyampaikan agenda pertemuan kali ini adalah pemaparan pengalamannya terkait tema Intellectual Property and Climate Change: Opportunities and Challenges dari berbagai perspektif pada masing-masing negara anggota MIKTA.
Menurutnya, para negara anggota MIKTA mempercayai bahwa perubahan iklim terbukti dapat menjadi peluang dan pendorong bagi kreativitas dan inovasi menuju Pembangunan Berketahuan Iklim (PBI).
“Hal ini sejalan dengan salah satu prioritas MIKTA di bawah kepemimpinan Indonesia pada tahun ini, yaitu pemulihan yang inklusif,” ujar Min.
Deputi Bidang Ekonomi dan Produk Kreatif, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Muhammad Neil Al Himam sebagai perwakilan dari Indonesia memaparkan tentang IP and Sustainable Tourism in Indonesia. Pihaknya menjelaskan Indonesia telah merefleksikan konsep pariwisata yang berkelanjutan melalui Peraturan Menteri (Permen) Pariwisata dan Ekonomi Kreatif No. 9 Tahun 2021.
Menurutnya, dalam Permen tersebut menyatakan bahwa kegiatan pariwisata harus mempertimbangkan dampaknya terhadap aspek lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi baik di masa sekarang maupun di masa datang bagi masyarakat setempat dan wisatawan.
“Pariwisata berkelanjutan diterapkan pada semua jenis destinasi dan semua kegiatan pariwisata untuk memastikan bahwa pengelolaan dan pengembangan destinasi dapat lebih bertanggungjawab”, ungkap Neil.
Lebih lanjut, Neil menyampaikan bahwa konsep ini tidak hanya ditujukan kepada pengelola destinasi seperti pemerintah, pihak swasta, atau kelompok masyarakat yang mengelola kegiatan pariwisata untuk mengontrol pengelolaan destinasi wisata mereka, tetapi juga kepada seluruh wisatawan.
Selanjutnya, perwakilan dari Meksiko Martin Michaus menyoroti terkait titik singgung antara Kekayaan Intelektual (KI) dan perubahan iklim di negaranya. Menurutnya, Meksiko telah melakukan berbagai upaya dengan memperkuat payung hukum nasional guna memastikan keselarasan dengan Paris Agreement, tetapi sejumlah isu masih menjadi tantangan bagi negaranya.
“Meksiko mengakui berbagai tantangan yang masih dihadapi di antaranya: implementasi kebijakan publik yang mendorong investasi dalam proyek-proyek energi, diversifikasi sumber-sumber energi, serta bagaimana mendukung masyarakat adat dalam Pembangunan Teknologi berbasis KI yang Ramah Lingkungan”, jelas Michaus.
Sementara itu, perwakilan Republik Korea Yeon-Mi Son menyatakan bahwa saat ini Korea berada di posisi ke-15 sebagai penyumbang gas rumah kaca terbanyak dengan persentase emisi sebesar 1,39% secara global. Oleh sebab itu, pemerintah Republik Korea mengeluarkan berbagai kebijakan National Basic Plan for Carbon Neutrality and Green Growth yang bertujuan untuk mengurangi emisi sebesar 40% pada tahun 2030.
Senada dengan Republik Korea, perwakilan negara Turki Ismail Gümüş menyampaikan bahwa negaranya melakuka perubahan strategi atas perubahan iklim setelah diberlakukan The Green Deal Action Plan 2021.
“Kantor paten memiliki peranan yang cukup penting dalam mengatasi perubahan iklim, seperti mempercepat proses permohonan paten dan membangun database yang khusus berisi inovasi pada kategori teknologi ramah lingkungan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, MIKTA dibentuk pada tahun 2013 yang bertujuan untuk menjadi kemitraan inovatif baru guna mempromosikan kepentingan publik global melalui upaya-upaya konstruktif dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi komunitas internasional.
Selain itu, menjadi platform konsultatif lintas wilayah untuk meningkatkan saling pengertian dan memfasilitasi pertukaran pandangan antar lima negara anggotanya, serta menjadi kelompok konsultatif terbuka dan informal yang anggotanya bebas bertukar pandangan di berbagai forum internasional. (daw/dit)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.
Jumat, 13 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025