Putusan MK Perjelas Skema Royalti, DJKI Tegaskan Musisi Aman Berkarya

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan putusan penting atas uji materi Undang-Undang Hak Cipta dalam Perkara Nomor 28 dan 37/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh musisi. Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memandang putusan ini akan memberikan kepastian hukum bagi ekosistem musik nasional, khususnya terkait polemik larangan membawakan lagu di ruang publik, serta menegaskan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual sebagai fondasi keberlanjutan industri kreatif.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Hermansyah Siregar menyambut putusan tersebut sebagai solusi yang menyeimbangkan hak ekonomi pencipta lagu dan hak berekspresi pelaku pertunjukan. Sejalan dengan arahan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, kepastian hukum ini dinilai akan memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem pelindungan hak cipta dan mendorong kepatuhan seluruh pihak dalam menghormati karya musik sebagai aset kekayaan intelektual.

“Putusan ini adalah kemenangan bagi ekosistem musik Indonesia. Tidak ada lagi ketakutan bagi musisi untuk berkarya di atas panggung,” ujar Hermansyah pada  24 Desember 2025 di Kantor DJKI, Jakarta. 

“Pencipta lagu tetap mendapatkan hak ekonominya melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), dan penyanyi terlindungi dari ancaman pidana yang tidak proporsional. DJKI akan segera mengawal implementasi putusan ini dengan merevisi aturan teknis agar sistem royalti lebih transparan dan adil bagi semua pihak," tambahnya.

MK juga memperjelas bahwa tanggung jawab pembayaran royalti berada pada penyelenggara acara, seperti event organizer, pemilik kafe, atau promotor, dan bukan dibebankan kepada penyanyi. Penafsiran atas frasa “Setiap Orang” dalam Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Hak Cipta ini memberikan kejelasan peran dan kewajiban, sekaligus menegaskan pentingnya pemahaman yang benar agar pelindungan kekayaan intelektual berjalan efektif dan adil.

Selain itu, MK menegaskan bahwa sanksi pidana dalam Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta merupakan upaya terakhir (ultimum remedium). Sengketa royalti wajib diselesaikan terlebih dahulu melalui jalur perdata, mediasi, atau pendekatan keadilan restoratif. Penegasan ini mencegah kriminalisasi yang tidak proporsional dan memperkuat prinsip bahwa pelindungan hak cipta bertujuan membangun ekosistem kreatif yang sehat.

Sejalan dengan putusan tersebut, DJKI mengimbau para pencipta lagu untuk mempercayakan pengelolaan royalti kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan LMKN. Kepada penyelenggara acara, DJKI menekankan kewajiban untuk memenuhi lisensi royalti sebagai bentuk penghormatan terhadap kekayaan intelektual. Sementara itu, musisi diharapkan terus berkarya dengan memastikan tempat pertunjukan telah memenuhi kewajiban lisensi.

DJKI berkomitmen memperkuat edukasi publik mengenai pentingnya pelindungan kekayaan intelektual serta tata cara pemenuhannya. Melalui pemahaman yang benar dan kepatuhan bersama, pelindungan hak cipta diharapkan mampu menciptakan ekosistem musik yang adil, berkelanjutan, dan berdaya saing.

 



TAGS

#Hak Cipta

LIPUTAN TERKAIT

Fitur One Time Password Aplikasi Permohonan Hak Cipta

Jumat, 21 Maret 2025

WIPO Global Award 2025

Selasa, 11 Februari 2025

INFORMASI PROGRAM KERJA SAMA PENELUSURAN DAN PEMERIKSAAN PATEN

Program Kerja Sama Penelusuran dan Pemeriksaan (CS&E) adalah program antara kantor Kekayaan Intelektual Singapura dan Indonesia untuk mempercepat proses penelusuran dan pemeriksaan paten bagi para inovator yang ingin mengajukan paten di kedua negara. Program rintisan ini diluncurkan pada tanggal 2 Januari 2025 untuk periode awal selama 2 tahun, hingga tanggal 1 Januari 2027. Pelajari selengkapnya di panduan berikut:

Jumat, 10 Januari 2025

Selengkapnya