Perbedaan Implementasi Penyelesaian Sengketa Paten dan Hak Cipta

Jakarta – Pelanggaran kekayaan intelektual (KI) memiliki jalur penyelesaian yang dapat ditempuh baik secara litigasi maupun non-litigasi. Edukasi terkait perbedaan penyelesaian sengketa antara paten dan hak cipta penting dipahami agar masyarakat, pelaku usaha, dan pemegang hak KI mengetahui langkah yang tepat sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia Arie Ardian, menjelaskan bahwa dari sisi regulasi, baik Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten maupun Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sama-sama menghendaki penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi terlebih dahulu, misalnya melalui mediasi, negosiasi, atau arbitrase. Namun dalam praktiknya, jalur yang ditempuh sering kali berbeda.

“Secara aturan, baik paten maupun hak cipta menganjurkan mediasi terlebih dahulu sebelum berlanjut ke pengadilan. Tetapi implementasinya berbeda. Untuk sengketa paten, mediasi jarang digunakan karena sifatnya sangat teknis dan membutuhkan pembuktian mendalam, sehingga mayoritas diselesaikan melalui litigasi di Pengadilan Niaga. Sedangkan untuk sengketa hak cipta, jalur mediasi justru lebih sering dipilih karena relatif lebih sederhana dan tidak membutuhkan analisis teknis seperti pada paten,” jelas Arie.

Arie menambahkan, perbedaan ini erat kaitannya dengan objek yang dilindungi. Dalam paten, yang dilindungi adalah invensi dengan aspek kebaruan, langkah inventif, dan penerapan industri. Karena itu, proses pembuktiannya membutuhkan ahli teknologi atau tim teknis. Sementara pada hak cipta, objek yang dilindungi berupa karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang umumnya dapat lebih mudah dipahami dan dinegosiasikan oleh para pihak.

“Terkait siapa yang dapat melakukan pengaduan, bahwa untuk sengketa paten, yang berhak mengajukan gugatan adalah inventor, pemegang paten, atau pihak yang memperoleh pengalihan hak paten. Sedangkan pada sengketa hak cipta, laporan dapat diajukan oleh pencipta, pemegang hak cipta, atau pihak lain yang memiliki kepentingan hukum, misalnya penerbit atau produser,” tambah Arie.

“DJKI mendorong jalur non-litigasi seperti mediasi karena lebih cepat, efisien, dan mampu menjaga hubungan baik antar pihak. Namun kami juga memahami bahwa untuk sengketa paten, jalur litigasi sering kali tidak terhindarkan karena kompleksitas teknisnya,” pungkas Arie.

Melalui sosialisasi ini, DJKI berharap masyarakat dapat memahami bahwa meski secara aturan jalur penyelesaian sengketa Paten dan Hak Cipta hampir sama, praktiknya memiliki kecenderungan berbeda. Pengetahuan ini diharapkan dapat membantu para pemilik hak KI dalam menentukan strategi penyelesaian sengketa yang tepat serta menciptakan ekosistem kekayaan intelektual yang adil dan berkeadilan. (CRZ/KAD)



LIPUTAN TERKAIT

Tradisi Budaya: Upacara Adat Dola Maludu Tercatat sebagai KIK

Dola Maludu, sebuah upacara adat sakral yang menjadi identitas masyarakat di Kelurahan Seli, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, kini telah resmi terlindungi sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) melalui pencatatan di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum. Pencatatan ini menjadi langkah penting untuk memastikan tradisi turun temurun tersebut tidak mudah diklaim atau dimanfaatkan oleh pihak luar tanpa adanya persetujuan komunitas adat sebagai pemilik warisan budaya.

Rabu, 12 November 2025

Pertemuan DJKI dan APKI Bahas Potensi Indikasi Geografis Kelapa

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memperkuat langkah hilirisasi komoditas kelapa nasional melalui pelindungan indikasi geografis. Upaya ini dibahas dalam pertemuan bersama Asosiasi Petani Kelapa Indonesia (APKI) di Gedung DJKI, Jakarta pada Rabu, 5 November 2025.

Rabu, 5 November 2025

DJKI Dukung Pelindungan Indikasi Geografis Kabupaten Tuban

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi Pemerintah Kabupaten Tuban di Gedung DJKI, Jakarta, pada Senin 3 November 2025. Pertemuan ini membahas penyempurnaan dokumen deskripsi Batik Tenun Gedhog Tuban yang telah didaftarkan sebagai indikasi geografis, sekaligus menggali potensi produk unggulan Tuban lainnya untuk memperoleh pelindungan serupa.

Senin, 3 November 2025

Selengkapnya