Pemeriksaan Merek dalam Proses Pendaftaran Merek

Jakarta- Merek sebagai tanda yang membedakan satu produk dengan lainnya merupakan kekayaan intelektual yang sangat penting untuk didaftarkan sebagai pelindungan aset perusahaan. Dalam pendaftaran merek, sifatnya bukan pemberian izin tetapi hak sehingga harus melalui pemeriksaan yang seksama agar tidak melanggar hak orang lain.

Pendaftaran melalui pemeriksaan ini yang seringkali belum dipahami masyarakat dan memakan waktu kurang lebih sembilan bulan. Ada beberapa tahapan pendaftaran merek, mulai dari masa pengumuman sampai penerbitan sertifikat (terdaftar) di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

“Saat masuk permohonan dilakukan pemeriksaan formalitas selama 15 hari. Selesai pemeriksaan formalitas lalu diumumkan jangka waktu dua bulan. Setelah pengumuman selesai maka dilakukan pemeriksaan substantif dilakukan dalam waktu 150 hari, dan apabila tidak ada penolakan maka bisa diterbitkannya sertifikat,” kata Pemeriksa Merek Utama Lusi Dekrisna pada webinar Organisasi Pembelajar (OPERA) DJKI pada Rabu, 5 April 2023 melalui aplikasi Zoom. 

Lebih lanjut, Lusi menjelaskan bahwa salah satu tahapan yang paling penting dalam pendaftaran merek adalah Pemeriksaan Substantif. Ini adalah tahapan ketika dilaksanakan pemeriksaan terhadap substantif merek yang dimohonkan pendaftarannya berdasarkan ketentuan pasal 20 dan pasal 21 Undang-Undang (UU) Merek. 

Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menambahkan bahwa hasil putusan substantif bisa berupa penerimaan atau usulan penolakan. Usulan penolakan biasanya memiliki dua alasan dasar.

“Yang pertama usulan penolakan absolut (Absolute Grounds for Refusal) yakni penolakan yang sifatnya universal dan bersifat objektif. Yang kedua, penolakan Relatif (Relative Grounds for Refusal), penolakan yang terjadi karena alasan yang subjektif atau bergantung pada pengetahuan pemeriksa berdasarkan petunjuk teknis pemeriksaan merek yang berlaku,” terang Kurniaman. 

Lusi juga menambahkan beberapa penyebab yang membuat merek tersebut ditolak absolut. Yang pertama, merek bisa ditolak secara absolut jika menyerupai nama atau singkatan nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum, nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem, tanda atau cap atau stempel yang digunakan oleh lembaga atau pemerintah. 

Selain itu, yang menjadi penyebab suatu merek ditolak yaitu bertentangan dengan ideologi negara, peraturan perundang-undangan, moralitas, agama, asusila, atau ketertiban umum, memuat unsur yang menyesatkan masyarakat tentang asal, jenis, ukuran, memuat keterangan yang tidak sesuai dengan kualitas, manfaat dari produk yang diproduksi, tidak memiliki pembeda dengan merek lain dan merupakan nama umum atau lambang milik umum. 

“Sementara itu, penolakan subjektif biasanya berdasarkan cara pandang suatu merek yang dimohonkan berdasarkan pengetahuan pemeriksa yang berpedoman pada UU Merek pasal 21,” terang Kurniaman.

Berdasarkan Data Statistik DJKI pada Januari hingga Maret 2023, sebesar 12% permohonan atau 5.877 dokumen permohonan mendapatkan usulan penolakan dari pemeriksa merek. Sementara itu, permohonan yang berhasil didaftar sebanyak 45.841. 

“Diharapkan pemohon merek dapat menghindari potensi adanya penolakan dari pemeriksa dengan mengecek terlebih dahulu merek yang sudah terdaftar di DJKI pada https://pdki-indonesia.dgip.go.id/,” pungkas Kurniaman. 

Kendati demikian pemohon yang mendapatkan usulan penolakan dapat mengajukan tanggapan atas usul penolakan (hearing) dalam jangka waktu 30 hari setelah surat dikirimkan ke inbox surat pada akun merek pemohon. Pada kesempatan itu pemohon dapat menyampaikan sanggahan atau argumentasi bahwa merek yang dimohonkan orisinal milik pemohon. (ahz/kad)



LIPUTAN TERKAIT

Turunkan Tarif Pencatatan Hak Cipta, DJKI Permudah Akses Pelindungan Karya

Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pelindungan hukum terhadap karya intelektual masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum resmi menurunkan tarif pembayaran pencatatan hak cipta melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024.

Rabu, 18 Juni 2025

Edukasi dan Kepatuhan Adalah Kunci Ekosistem Musik yang Berkeadilan

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa edukasi mengenai hak cipta dan kepatuhan terhadap mekanisme penggunaan lagu untuk keperluan komersial adalah langkah mendasar dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat dan berkeadilan. Banyak pelaku usaha yang belum memahami bahwa memutar lagu di ruang publik atau menyelenggarakan konser merupakan bentuk penggunaan komersial yang wajib memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Selasa, 17 Juni 2025

Sosialisasi KI Bagi Masyarakat Umum, DJKI Gelar Pembelajaran Daring

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar pembelajaran Modul Pelindungan Kekayaan Intelektual tingkat dasar secara daring pada 17 Juni 2025. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ke depan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari lebih dalam terkait kekayaan intelektual (KI).

Selasa, 17 Juni 2025

Selengkapnya