Hindari Merek Pemohon Tertolak, DJKI Paparkan Kriteria Merek Terkenal

Jakarta - Memilih merek untuk usaha memang tidak mudah, selain menarik, merek tersebut harus berbeda dengan merek-merek terkenal atau merek yang terdaftar pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI). Agar dapat diterima, sebelum mengajukan permohonan merek di DJKI, pemohon harus memastikan terlebih dahulu merek yang akan didaftarkan tidak memiliki kesamaan dengan merek terkenal.

Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menjadi narasumber pada acara Asian Law Students’ Association (ALSA) Legal Class 2020 yang diselenggarakan oleh Universitas Padjadjaran (Unpad) pada Minggu, (22/11).

Acara webinar ini diselenggarakan secara daring dengan mengambil tema “Legal Protection of Wellknown Mark: Indonesia Trademark Law Perspective” .

Dalam kesempatan ini, Direktorat Merek dan Indikasi Geografis yang diwakili oleh Gerda Netty Oktavia, Pemeriksa Merek Madya DJKI Kemenkumham menyampaikan tentang kriteria-kriteria merek terkenal berdasarkan Permenkumham Nomor 67 Tahun 2016 Pasal 18 Tentang Pendaftaran Merek.
  1. Kriteria penentuan Merek terkenal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b (barang dan/atau jasa sejenis) dan huruf c (barang dan/atau jasa tidak sejenis) dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan;
  2. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan masyarakat konsumen atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi, promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek terkenal dimaksud;
  3. Dalam menentukan kriteria Merek sebagai Merek terkenal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan:
    1. tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat terhadap Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan sebagai Merek Terkenal;
    2. volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari penggunaan merek tersebut oleh pemiliknya;
    3. pangsa pasar yang dikuasai oleh Merek tersebut dalam hubungannya dengan peredaran barang dan/atau jasa di masyarakat;
    4. jangkauan daerah penggunaan Merek;
    5. jangka waktu penggunaan Merek;
    6. intensitas dan promosi Merek, termasuk nilai investasi yang dipergunakan untuk promosi tersebut;
    7. pendaftaran Merek atau permohonan pendaftaran Merek di negara lain;
    8. tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang Merek, khususnya mengenai pengakuan Merek;
    9. nilai yang melekat pada Merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan kualitas barang dan/atau jasa yang dilindungi oleh Merek tersebut.

Menurut Gerda, mengetahui kriteria merek terkenal ini perlu diperhatikan oleh para pemohon merek karena dapat mempengaruhi apakah merek yang akan didaftarkan akan diterima atau ditolak.

“Merek akan kami tolak apabila ditemukan ada pembanding dari merek yang sudah terdaftar atau sudah dimohonkan terlebih dahulu untuk barang dan jasa yang sejenis atau tidak sejenis,” terang Gerda.

Ia melanjutkan bahwa penolakan merek berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2016 dapat terjadi apabila merek yang dimohonkan juga mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dan untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu. 

Sebagai informasi, sebelum memilih merek yang hendak didaftarkan, pemohon dapat memeriksa terlebih dahulu apakah sudah ada yang mendaftarkan merek tersebut melalui pdki-indonesia.dgip.go.id.


Penulis: KAD
Editor: AMH


TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Sabtu, 3 Mei 2025

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya