DJKI Telusuri Warisan Keraton: Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul Siap Didaftarkan sebagai Indikasi Geografis

Yogyakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum melalui Tim Kerja dan Tim Ahli Indikasi Geografis melaksanakan pemeriksaan substantif terhadap permohonan Indikasi Geografis Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul yang diajukan oleh Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul. Pemeriksaan ini berlangsung selama tiga hari, mulai 22 hingga 24 Juli 2025, di wilayah Kelurahan Wukirsari, Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kegiatan ini merupakan bagian dari proses penilaian terhadap keunikan dan karakteristik khas produk kerajinan tradisional Bantul yang telah dikenal hingga mancanegara. Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh, mencakup aspek proses produksi (ngerok, natah, nyungging, ngeluk), sistem pengawasan mutu, sejarah, serta faktor geografis dan manusia yang memengaruhi kualitas produk.

Dalam evaluasi di Kantor Wilayah Kementerian Hukum DIY, Ketua Tim Ahli Indikasi Geografis, Prof. Awang Maharijaya, menegaskan bahwa produk ini memiliki nilai historis dan keunikan tinggi. “Karakteristik pewarnaan, teknik tatah, hingga bentuk fisik wayangnya sangat membedakan produk ini dengan wayang dari daerah lain. Namun, beberapa aspek teknis dalam dokumen deskripsi masih perlu dilengkapi,” ujar Prof. Awang.

Sementara itu, Galih Prima Arumsari, anggota Tim Ahli Indikasi Geografis menyampaikan bahwa sistem kode keterunutan dan pengawasan mutu sudah disiapkan cukup baik oleh MPIG, tetapi perlu ditampilkan secara sistematis dalam dokumen resmi. “Penjabaran tentang bahan baku dan SOP produksi juga harus diperjelas agar memberikan jaminan kualitas secara berkelanjutan,” ujarnya.

Di sisi lain, Sujiyono selaku Ketua MPIG Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul menyampaikan bahwa pengajuan Indikasi Geografis ini penting untuk menjaga warisan budaya dan ekonomi lokal. “Profesi menatah wayang ini bukan pekerjaan biasa. Tidak semua orang bisa melakukannya karena butuh keahlian dan ketelatenan tinggi. Produk ini khas baik dari sisi bentuk, warna, maupun teknik. Kami menyebutnya sebagai Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul,” jelasnya.

Dukungan juga datang dari Handung Tri Rahmawan selaku Lurah Wukirsari, yang menyatakan bahwa pengajuan Indikasi Geografis ini merupakan langkah strategis dalam menjaga identitas budaya lokal. “Kami berharap Wukirsari dapat menjadi desa berbasis kekayaan intelektual. Di sini, dari SD hingga SMA ada ekstrakurikuler tatah sungging. Anak-anak kami sudah terbiasa memamerkan karyanya sampai ke tingkat kabupaten dan provinsi,” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa sentra ini tidak boleh hilang dari peta budaya nasional.

Berdasarkan sejarah, seni tatah sungging di Pucung telah ada sejak masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VII sekitar tahun 1917. Tokoh awalnya, Mbah Glemboh, adalah abdi dalem Keraton Yogyakarta yang kemudian membina masyarakat sekitar untuk mengolah kulit kerbau dan sapi menjadi wayang kulit khas yang ditatah dan disungging. Hingga kini, sekitar 90% masyarakat Wukirsari menggantungkan hidupnya dari kerajinan ini.

Produk yang dihasilkan tidak hanya berupa wayang kulit untuk pertunjukan, tetapi juga produk turunan seperti kap lampu, kipas, pembatas buku, magnet, partisi, tempat tisu, hingga kerajinan hias lainnya. Produk ini telah merambah pasar internasional berkat keunikannya.

Pada akhir evaluasi, MPIG menyanggupi untuk melakukan perbaikan dokumen deskripsi dalam waktu 3 hari kalender sesuai arahan tim ahli. Dengan semangat pelestarian dan pelindungan hukum berbasis Indikasi Geografis, DJKI mendorong agar kekayaan budaya lokal seperti Wayang Kulit Tatah Sungging Pucung Bantul dapat terus tumbuh dan dilestarikan, sekaligus memperkuat daya saing Indonesia di pasar global.



LIPUTAN TERKAIT

Perkuat Penyusunan RUU Perubahan Undang-Undang Hak Cipta, DJKI dan DPR Lakukan Pertemuan Lanjutan

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima kunjungan kerja Komisi DPR RI di kantor DJKI, Jakarta pada 23 Juli 2025. Agenda ini dilakukan dalam rangka menyerap berbagai masukan substansi guna menyempurnakan Undang-Undang Hak Cipta yang sedang disusun perubahannya. Sehingga harapannya dapat mengakomodasi perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat di era digital.

Sabtu, 26 Juli 2025

DJKI: Streaming Pribadi Tak Sah untuk Ruang Publik Komersial

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menanggapi pemberitaan mengenai tunggakan royalti oleh salah satu gerai Mie Gacoan di Bali. DJKI menegaskan bahwa penggunaan musik di ruang publik seperti restoran, kafe, pusat kebugaran, hotel, dan pusat perbelanjaan wajib disertai dengan pembayaran royalti kepada pencipta lagu atau pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

Selasa, 22 Juli 2025

Peringatan Hari Pengayoman ke-80, DJKI Kenang Jasa Para Pendahulu di TMP Kalibata

Dalam rangka memperingati Hari Pengayoman ke-80, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum turut serta dalam Upacara Tabur Bunga dan Ziarah di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama (TMPNU) Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025). Kegiatan yang digelar serentak di seluruh Indonesia ini menjadi bentuk penghormatan atas jasa para pahlawan, khususnya yang telah mengabdikan diri bagi Kementerian Hukum.

Kamis, 24 Juli 2025

Selengkapnya