DJKI Berikan Tanggapan Atas Kasus Merek Open MIC Indonesia

Jakarta - Pada 25 Agustus yang lalu, sejumlah komika dari Komunitas Perkumpulan Stand Up Comedy Indonesia melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Gugatan berisi permintaan pembatalan atas pendaftaran merek Open Mic Indonesia yang didaftarkan oleh Ramon Papana selaku tergugat.

Para komika yang tergabung dalam perkumpulan tersebut mengaku kecewa atas pendaftaran merek Open Mic Indonesia yang dianggap menggunakan kata-kata umum yang seharusnya milik publik. Terlebih ada pihak dari komika yang disomasi karena menggunakan istilah tersebut. 

Menanggapi permasalahan ini, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) selaku regulator dalam bidang kekayaan intelektual akan turut berpartisipasi dalam proses dan tunduk pada hasil peradilan.

"DJKI akan menunggu proses peradilan. Jika keputusan untuk dibatalkan pendaftaran merek, maka kami akan menghapus dari daftar umum dan mencoret merek tersebut. Namun jika putusan tetap didaftarkan maka kita akan hormati dan merek tersebut akan terus terdaftar," terang Koordinator Pemeriksaan Merek Agung Indriyanto saat ditemui di Kantor DJKI, Jumat, 2 September 2022.

Agung juga sempat menjelaskan bahwa permohonan merek Open Mic Indonesia dengan nomor permohonan J002013025009 diterima dengan pertimbangan karena secara keseluruhan merek memiliki daya pembeda.

"Jika hanya diajukan merek dengan kata open mic kemungkinan besar tidak dapat diterima karena berkaitan dengan jenis barang umum. Namun, di sini kata open mic diikuti dengan Indonesia dan ada kombinasi unsur lukisan (logo). Itu yang secara keseluruhan jadi pembeda," ujarnya.

Agung melanjutkan, para komika seharusnya tidak perlu takut jika disomasi karena menggunakan kata open mic selama tidak mengikuti secara persis merek Open Mic Indonesia dengan logo yang telah terdaftar.

"Perlu digarisbawahi dan diluruskan, yang diberikan pelindungan oleh negara adalah kata Open Mic Indonesia dengan kombinasi unsur logo dan lukisan tersebut. Bukan kata open mic-nya saja. Di sini ada perbedaan interpretasi yang diklaim pemilik merek sehingga melarang pihak lain untuk menggunakan kata open mic," jelas Agung.

Berdasarkan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016, permohonan merek menggunakan kata-kata umum tidak diperbolehkan. Adapun kata umum terbagi dalam tiga kategori, yaitu kata yang bersifat generik, deskriptif, dan tanda yang digunakan secara publik.

Kata bersifat generik menyebutkan jenis barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya, contohnya coffee shop untuk merek kafe; sugar untuk merek gula; atau perekat untuk merek lem.

Sedangkan kata yang bersifat deskriptif contohnya kata-kata yang menerangkan kualitas, kuantitas, material pembuatan, dan lainnya. 

"Contohnya produk minuman jus merek pineapple. Memang tidak merujuk jus tapi menggambarkan minumannya nanas karena menjelaskan ingredients," lanjut Agung.

Selain itu, ada juga tanda-tanda yang digunakan oleh publik yang tidak dapat didaftarkan sebagai merek, seperti salah satunya tanda tengkorak untuk menggambarkan bahan kimia berbahaya.

Berkaca dari kasus ini, Agung menyarankan agar para pemilik merek untuk menghindari kata-kata yang menjadi istilah umum yang digunakan oleh publik untuk mengidentifikasi suatu jenis barang atau kegiatan.

"Kata-kata yang bersifat umum, deskriptif, dan generik harus tetap menjadi publik domain. Tidak bisa dimiliki secara eksklusif oleh satu pihak untuk mengklaim kata-kata tersebut," pungkasnya.


TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Sabtu, 3 Mei 2025

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya