Bogor - Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis (juklak dan juknis) merupakan salah satu bentuk implementasi nyata di lapangan yang akan memudahkan pemangku kepentingan dalam melaksanakan Undang-Undang (UU).
Juklak dan juknis itu sendiri bukan merupakan kategori hierarki dalam peraturan perundang-undangan, tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan karena akan menjadi pedoman dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Hal tersebut disampaikan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu pada penutupan kegiatan Penyelarasan SOP dan Validasi Data Klasifikasi Paten pada Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (DTLST), dan Rahasia Dagang dan Konsinyering Penyusunan Juklak dan Juknis Permohonan Banding, Pemeriksaan Banding dan Penyelesaian Banding Paten pada Jumat, 4 November 2022 di Hotel 1O1 Surya Kencana Bogor.
“Dalam tataran implementasi di lapangan Ia akan menjadi pedoman dalam mengeksekusi sesuatu sehingga kita berada dalam koridor aman apabila keputusan yang kita buat telah berdasarkan seluruh peraturan perundang-undangan yang ada dengan juklak dan juknis,” ujar Razilu.
Razilu juga menambahkan bahwa dengan adanya juklak dan juknis dapat memberikan arahan dan pemahaman yang sama kepada semua orang yang berkecimpung dalam organisasi tertentu.
“Kita berbicara pemeriksaan administratif misalnya, sudah ada juknis dan juklaknya maka seperti itulah yang harus kita lakukan, artinya tidak ada tafsiran lain dan kita tidak perlu lagi berdebat,” jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga menjelaskan implementasi nyata di bawah dari juklak dan juknis terdapat dokumen Standar Operasional Prosedur (SOP).
Menurutnya, SOP dapat dijadikan pedoman untuk mengukur tugas dan kewajiban yang dilaksanakan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah dilakukan ulasan secara berkala dalam rangka memberikan pelayanan prima.
“Berdasarkan peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dalam penilaian pembangunan zona integritas, SOP diulas awalnya 6 bulan menjadi 3 bulan dan memperhatikan apakah perlu dilakukan perubahan dalam isinya demi memberikan pelayanan publik yang akuntabel, transparan dan tepat waktu,” tambah Razilu.
Pada kesempatan yang sama, ia juga mengharapkan bahwa Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang beserta jajarannya agar fokus pada percepatan penyelesaian pemeriksaan sebagaimana telah dicanangkannya sistem persetujuan otomatis dalam beberapa permohonan Kekayaan Intelektual.
“Berangkat dari persetujuan otomatis perpanjangan merek dan persetujuan otomatis pencatatan atas suatu ciptaan maka seharusnya semua yang sifatnya administratif bukan substantif itu mestinya adalah persetujuan otomatis. Konsentrasi saat ini adalah bagaimana menciptakan sistem percepatan penyelesaian pemeriksaan substantif, apakah dengan evaluasi beban kerja atau menambahkan jumlah pemeriksa,” tegasnya.
Sebagai penutup, Razilu mengungkapkan keinginannya agar juklak dan juknis serta SOP yang sedang diidentifikasi dapat ditandatangani sebelum tahun 2023 dan dapat diserahkan kepada Direktur Paten, DTLST dan Rahasia Dagang pada saat evaluasi kinerja di akhir tahun 2022. (uhi/daw)
Sebuah desain tak sekadar estetika visual, namun juga memiliki nilai ekonomi. Inilah gagasan utama yang diangkat dalam OKE KI Seri Webinar #24 bertema “Nilai Daya Saing Desain Industri dalam Bisnis Furniture” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum pada Senin, 14 Juli 2025. Dalam kegiatan yang berlangsung interaktif ini, praktisi desain furniture dan akademisi Universitas Tarumanegara, Eddy Supriyatna Marizar hadir sebagai narasumber.
Senin, 14 Juli 2025
Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menyelenggarakan kegiatan Bakti Sosial dan Tadabbur Alam dengan mengusung tema Membangun Semangat Hijrah dalam Meningkatkan Iman dan Amal Sholeh di Yayasan As-Zalika, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Kamis, 10 Juli 2025.
Kamis, 10 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melihat masih kecilnya jumlah perguruan tinggi yang mengajukan paten di Indonesia dibandingkan keseluruhan jumlah universitas Indonesia. Meskipun secara keseluruhan perguruan tinggi menyumbang lebih dari 50% permohonan paten dalam negeri, baru sekitar 153 perguruan tinggi yang memegang paten. Fakta ini menjadi perhatian penting bagi DJKI dalam upayanya mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual (KI) yang merata dan produktif.
Kamis, 3 Juli 2025