Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Razilu, menyampaikan keterangan resmi mewakili Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 30 Juni 2025. Dalam kapasitasnya sebagai kuasa hukum Presiden RI, pemerintah menegaskan bahwa ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU HC 2014) tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 45).
Keterangan ini disampaikan untuk menanggapi permohonan pengujian materiil yang diajukan oleh dua kelompok pemohon terhadap sejumlah pasal dalam UUHC 2014, yakni Pasal 9 ayat (2) dan (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2). Pemohon menilai pasal-pasal tersebut melanggar prinsip keadilan dan kepastian hukum sebagaimana tercantum dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945.
Dalam keterangannya, pemerintah menyatakan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif dan mutlak bagi pencipta atau pemegang hak untuk mengatur penggunaan karya ciptaannya. Ketentuan dalam UU HC 2014, termasuk kewajiban membayar royalti dan sanksi pidana atas pelanggaran hak ekonomi, dirancang untuk menjaga keseimbangan antara perlindungan hak pencipta dan kepentingan publik. Oleh karena itu, regulasi tersebut dianggap konstitusional dan justru memperkuat sistem pelindungan kekayaan intelektual di Indonesia.
Pemerintah juga menekankan bahwa UU HC 2014 telah sesuai dengan prinsip internasional “three steps test” yang mengatur batasan penggunaan ciptaan untuk kepentingan publik, seperti dalam pertunjukan musik komersial. Skema pelisensian kolektif melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) juga telah disusun secara sistematis untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan ekonomi pencipta.
“Tidak terdapat pertentangan antara norma-norma serta pasal -pasal dalam UU HC yang diuji dengan konstitusi. Justru, regulasi yang ada mempertegas perlindungan hak ekonomi pencipta dan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pengguna untuk mengakses karya dengan cara yang sah,” ujar Razilu dalam pembacaan keterangan resmi.
Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi untuk menolak seluruh permohonan pengujian tersebut karena selain tidak memiliki dasar konstitusional yang kuat, petitum para pemohon dinilai masuk dalam ranah legislasi, bukan yudikatif. Pemerintah menyatakan bahwa permohonan tersebut sejatinya merupakan constitutional complaint yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk memutus.
Tujuan UU HC 2014 adalah Untuk melindungi hak eksklusif pencipta, memberikan manfaat ekonomi dan insentif, mendorong kreativitas dan inovasi, menjaga hak moral pencipta, dan memastikan akses publik yang seimbang melalui konsep "penggunaan wajar" (fair use). UU HC 2014 juga mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif nasional dan memperkuat posisi Indonesia dalam kancah kekayaan intelektual internasional.
“Dengan sistem hukum yang kuat dan seimbang, pencipta akan terdorong untuk terus menghasilkan karya baru tanpa rasa khawatir akan pelanggaran atas hak ekonominya,” tutup Razilu.
Sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bekerja sama dengan Intellectual Property Corporation of Malaysia (MyIPO) menggelar Webinar Technology and Innovation Support Center (TISC) secara daring pada 24 Juni 2025. Mengusung tema 'Trademark Application and Examination Procedure', webinar ini bertujuan memperkuat pemahaman tentang sistem dan prosedur pendaftaran merek bagi anggota TISC serta pelaku UMKM di Indonesia dan Malaysia.
Selasa, 24 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) bekerja sama dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum Jawa Timur melaksanakan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas pelayanan Kekayaan Intelektual (KI) tahun 2025. Kegiatan ini merupakan salah satu bagian dari upaya DJKI dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di bidang KI.
Selasa, 24 Juni 2025
Pelindungan Kekayaan Intelektual (KI), khususnya merek merupakan sistem yang memberikan hak eksklusif kepada pemilik produk. Pelindungan ini juga membuka jalan menuju kesuksesan melalui inovasi yang timbul melalui ide serta dapat diaplikasikan dalam sebuah produk. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Tim Kerja Permohonan, Klasifikasi, Administrasi Direktorat Merek dan Indikasi Geografis Erick Christian Fabrian Siagian.
Senin, 23 Juni 2025