Pelaku Usaha Perlu Pahami Proses Hukum dalam Sengketa Merek

Jakarta - Persaingan usaha di dalam dunia bisnis merupakan suatu hal yang lazim dialami oleh para pelaku usaha. Terkadang persaingan dilakukan dengan cara-cara yang tidak sehat, salah satunya dengan mendompleng merek pihak lain. Maka apabila ini terjadi, sengketa merek pun tidak terelakkan.

Oleh karena itu, Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Kurniaman Telaumbanua menyampaikan pentingnya bagi para pelaku usaha untuk mengetahui serta memahami apa yang harus dilakukan ketika mereknya bersengketa. Sengketa merek dapat diselesaikan melalui gugatan di pengadilan atau penyelesaian sengketa alternatif seperti arbitrase.

“Secara umum, alur proses penyelesaian sengketa merek dilakukan mulai dari pendaftaran gugatan oleh pemilik merek terdaftar dan/atau penerima lisensi merek terdaftar,” tutur Kurniaman pada Organisasi Pembelajaran (Opera) DJKI pada Jumat, 24 Juni 2022 melalui aplikasi Zoom.


Dalam sengketa merek pasti ada pihak tergugat dan penggugat. Pihak tergugat adalah pemilik merek terdaftar di mana gugatan yang diajukan merupakan pembatalan atau penghapusan merek. Gugatan tersebut diajukan karena pihak tergugat menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis yang telah terdaftar.

“Proses gugatan sengketa merek itu merupakan kewenangan absolut dari pengadilan niaga maka terdapat beberapa upaya hukum yang dapat dilakukan untuk suatu sengketa merek baik secara hukum perdata, pidana, maupun secara tata usaha negara,” ujar Kurniaman.




Lebih lanjut, Koordinator Pelayanan Hukum dan Fasilitasi Komisi Banding Merek, Nova Susanti menerangkan untuk upaya hukum yang dapat dilakukan secara perdata berupa pengajuan gugatan pembatalan merek, penghapusan merek, gugatan atas pelanggaran merek, dan gugatan atas putusan komisi banding merek. 


“Yang kedua, upaya hukum sengketa merek secara pidana, dapat dilakukan apabila terdapat delik aduan maupun apabila terdapat pihak lain yang tidak memiliki hak atas merek dimaksud melakukan produksi dan/atau memperdagangkan tanpa izin,” jelas Nova. 

Ketiga, upaya hukum secara tata usaha negara dalam sengketa merek dapat dilakukan gugatan terhadap keputusan penghapusan merek terdaftar atas prakarsa Menteri Hukum dan HAM.


“Perlu diketahui, sebelum mengajukan gugatan, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh pihak penggugat yaitu berupa surat kuasa, surat gugatan, bukti legalitas kepemilikan merek, menginventarisir bukti-bukti kuat untuk gugatan, dan melakukan registrasi ke pengadilan,” ujar Nova.


Dalam suatu proses penyelesaian sengketa merek, DJKI memiliki tugas untuk menghadiri persidangan jika menjadi pihak yang masuk dalam gugatan. DJKI juga wajib menjalankan putusan pengadilan dengan catatan apabila DJKI telah menerima hasil salinan resmi putusan dari suatu sengketa merek. (ver/syl)


TAGS

#Merek

LIPUTAN TERKAIT

Desain Industri, Ujung Tombak Daya Saing Bisnis Furniture

Sebuah desain tak sekadar estetika visual, namun juga memiliki nilai ekonomi. Inilah gagasan utama yang diangkat dalam OKE KI Seri Webinar #24 bertema “Nilai Daya Saing Desain Industri dalam Bisnis Furniture” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum pada Senin, 14 Juli 2025. Dalam kegiatan yang berlangsung interaktif ini, praktisi desain furniture dan akademisi Universitas Tarumanegara, Eddy Supriyatna Marizar hadir sebagai narasumber.

Senin, 14 Juli 2025

DWP DJKI Gelar Bakti Sosial dan Tadabbur Alam Peringati Tahun Baru Islam 1447 H

Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1447 Hijriah, Dharma Wanita Persatuan (DWP) Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menyelenggarakan kegiatan Bakti Sosial dan Tadabbur Alam dengan mengusung tema Membangun Semangat Hijrah dalam Meningkatkan Iman dan Amal Sholeh di Yayasan As-Zalika, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Kamis, 10 Juli 2025.

Kamis, 10 Juli 2025

DJKI Targetkan Peningkatan Pemohonan Paten dari Perguruan Tinggi untuk Mendorong Pembangunan Ekonomi Nasional

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melihat masih kecilnya jumlah perguruan tinggi yang mengajukan paten di Indonesia dibandingkan keseluruhan jumlah universitas Indonesia. Meskipun secara keseluruhan perguruan tinggi menyumbang lebih dari 50% permohonan paten dalam negeri, baru sekitar 153 perguruan tinggi yang memegang paten. Fakta ini menjadi perhatian penting bagi DJKI dalam upayanya mewujudkan ekosistem kekayaan intelektual (KI) yang merata dan produktif.

Kamis, 3 Juli 2025

Selengkapnya