Jakarta - Bagi para pelaku usaha yang ingin melejitkan nilai ekonominya, memiliki merek dan mendaftarkannya ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) bisa menjadi salah satu jawabannya. Sebelum itu, pelaku usaha perlu memahami apa itu merek, bagaimana pelindungan hukumnya, serta apa perbedaan merek dengan desain industri serta paten.
Oleh karena itu, melalui kegiatan Organisasi Pembelajaran (Opera) DJKI akan mengupas mendalam terkait ‘Perkembangan Kekayaan Intelektual’ yang khususnya membahas mengenai Tumpang Tindih Pelindungan Objek Tiga Dimensi antara Merek dengan Desain Industri dan Paten.
Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menjelaskan bahwa merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna dalam bentuk dua dimensi dan/atau tiga dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari dua atau lebih.
“Namun tidak semua tanda dikategorikan merek, harus memenuhi 3 (tiga) unsur yang dapat ditampilkan secara grafis (angka, kata-kata, warna, gambar), harus memiliki daya pembeda (memiliki keunikan menjadi pembeda barang/jasa dipasaran), serta tanda harus dapat digunakan dalam kegiatan dalam praktik dagang atau jasa,” terang Kurniaman pada Senin 30 Januari 2023 melalui aplikasi Zoom Meeting.
Di kesempatan yang sama, Koordinator Pemeriksaan Merek Agung Indriyanto menerangkan untuk prinsip dari pelindungan hukum terhadap merek sendiri adalah sistem first to file (pertama kali didaftarkan), teritorial (yang berarti pendaftaran merek tunduk pada aturan penerapan perlindungan merek masing-masing negara), dan prinsip speciality (hanya diberikan pelindungan merek untuk jenis barang/jasa sesuai di sertifikat).
“Di sisi lain, merek khususnya untuk merek 3 dimensi memiliki potensi yang cukup berbenturan dengan jenis produk kekayaan intelektual (KI) lainnya seperti desain industri maupun paten. Hal ini harus dipahami pemohon agar dapat mengantisipasi akibat hukum di kemudian hari,” kata Agung.
Lebih lanjut, khususnya dia menerangkan terkait merek 3 dimensi. Terdapat ciri - ciri perwujudan untuk merek 3 dimensi yaitu ada bentuk produk kemasan, wujud 2 dimensi yang diwujudkan dalam bentuk 3 dimensi, dan memiliki tampilan tanda jasa/dagang yang diklaim dalam suatu produk.
“Kendati demikian, dalam satu produk dimungkinkan memiliki dua pelindungan KI sekaligus seperti merek dan desain industri. Hal ini dapat dimungkinkan saja apabila satu produk tersebut memenuhi syarat dan ketentuan dari kedua undang-undang,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Agung mengatakan untuk satu produk tersebut bisa mendapatkan pelindungan desain industri apabila memiliki kebaruan dan untuk merek memiliki daya pembeda sebagai identitas produk dalam pelindungan merek.
“Sementara itu, irisan antara pelindungan merek dengan paten, pada merek 3 dimensi jika memiliki aspek teknis maka tidak dapat dilindungi juga dengan paten sebagai gambar yang ada di deskripsi paten,” jelas Agung.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa jika ada satu barang yang telah terlindungi paten, maka pengecualiannya tidak bisa mendapatkan pelindungan untuk merek. Perkembangan terbaru pola ini adalah adanya pembatasan dari PERPPU No.2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Pasal 20 huruf (g) pada angka (1) dalam pasal 108 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja karena merek tersebut mengandung bentuk yang bersifat fungsional.
“Adapun, yang dimaksud dengan dianggap fungsional adalah jika bersifat ergonomis, bentuk menjadi lebih efisien/ekonomis, memfasilitasi transportasi/penyimpanan, memberi kinerja atau daya tahan yang lebih baik, dan memungkinkan produk untuk pas atau terhubung dengan produk lain,” pungkasnya.
Sebagai informasi, seri perdana kegiatan Opera DJKI di tahun 2023 ini merupakan upaya DJKI dalam peningkatan kompetensi di bidang kekayaan intelektual. Sehingga diharapkan Aparatur Sipil Negara (ASN) DJKI menjadi ASN yang profesional dan berdaya saing dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan melayani. (ver/daw)
Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pelindungan hukum terhadap karya intelektual masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum resmi menurunkan tarif pembayaran pencatatan hak cipta melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa edukasi mengenai hak cipta dan kepatuhan terhadap mekanisme penggunaan lagu untuk keperluan komersial adalah langkah mendasar dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat dan berkeadilan. Banyak pelaku usaha yang belum memahami bahwa memutar lagu di ruang publik atau menyelenggarakan konser merupakan bentuk penggunaan komersial yang wajib memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Selasa, 17 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar pembelajaran Modul Pelindungan Kekayaan Intelektual tingkat dasar secara daring pada 17 Juni 2025. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ke depan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari lebih dalam terkait kekayaan intelektual (KI).
Selasa, 17 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Selasa, 17 Juni 2025
Selasa, 17 Juni 2025