Jakarta — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menerima audiensi dari perwakilan penyanyi atau musisi dalam hal ini, yaitu Vibrasi Suara Indonesia (VISI) melakukan audiensi di Kantor DJKI. Audiensi dari gerakan kolektif para penyanyi Indonesia ini membahas sistem royalti dan pelindungan hak cipta yang dipimpin langsung oleh Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Agung Damarsasongko.
Pertemuan ini membahas secara mendalam tantangan yang dihadapi para pencipta lagu dan penyanyi dalam menerima hak ekonomi atas karya mereka. Para perwakilan VISI, termasuk musisi senior Armand Maulana dan Judika Sihotang, menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap implementasi pelindungan hak cipta dan tata kelola distribusi royalti.
VISI juga menyoroti isu-isu terkini di industri musik, mulai dari praktik penggunaan lagu tanpa izin hingga urgensi peningkatan literasi hukum di kalangan pelaku musik. “Jauh sebelum ada VISI, kami para penyanyi selalu memiliki klausul kontrak yang memastikan penyelenggara membayar royalti kepada pencipta lagu. Hal ini karena tidak semua penyelenggara memahami kewajiban tersebut,” kata Armand pada Senin, 2 Juni 2025.
Dalam kesempatan tersebut, para musisi meminta pemerintah untuk memberikan penegasan kepada masyarakat tentang bagaimana prosedur pemberian ijin dan mekanisme pembayaran royalti atas penggunaan lagu yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditengah maraknya upaya kriminalisasi dan tuntutan gangti rugi kepada para penyanyi oleh para pencipta terkait penggunaan karya cipta lagu dan/atau musik tanpa ijin.
Direktur Agung Damarsasongko mengapresiasi langkah VISI sebagai bentuk kepedulian terhadap keberlangsungan ekosistem musik yang sehat dan adil. Ia menegaskan bahwa Undang-Undang Hak Cipta merupakan payung hukum bagi berbagai jenis karya cipta—bukan hanya musik, tetapi juga film, buku, lukisan, dan jenis ciptaan lainnya yang termasuk kategori seni, sastra dan ilmu pengetahuan.
“Undang-Undang Hak Cipta harus dibaca dan dipahami secara komprehensif dan menyeluruh dan tidak bisa dibaca secara sebagian mengingat UU ini memiliki ketentuan pasal yang saling terkait namun ada juga ketentuan pasal yang mengecualikan pasal sebelumnya namun tidak mengesampingkan hak ekonomi bagi para pencipta. Selain itu juga, peraturan turunan dari UU ini juga harus dipahami sebagai peraturan pelaksana teknis dari UUHC. Meskipun secara historis dan filosofis, UU ini telah melalui riset serta diskusi panjang sebelum diberlakukan. Namun demikian, karena perkembangan zaman, revisi atas UU ini memang direncanakan, dan kami sangat terbuka terhadap masukan dari para musisi, akademisi, maupun praktisi,” jelas Agung.
“Kami sebagai musisi sangat membutuhkan mekanisme yang profesional dan transparan agar tidak ada lagi ketakutan atau kekhawatiran dalam berkarya,” ujar Judika.
Audiensi ini menjadi momentum penting untuk memperkuat dialog antara pemerintah dan pelaku industri kreatif, khususnya dalam memastikan sistem pelindungan hukum yang inklusif dan adaptif. DJKI terus mendorong para pencipta dan pemilik hak terkait untuk aktif mendaftarkan karya mereka dan memastikan bahwa hak atas kekayaan intelektual dilindungi dan dihargai secara adil.
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menunjukkan komitmen penuhnya dalam mendukung ekosistem wirausaha di Indonesia. Melalui Pameran Info Franchise and Business Concept (IFBC) Expo 2025 yang diselenggarakan pada 18 Juli 2025 di Gedung Graha Manggala Siliwangi, Bandung ini, DJKI berpartisipasi aktif menghadirkan stan layanan informasi, konsultasi dan asistensi terkait kekayaan intelektual (KI).
Sabtu, 19 Juli 2025
Sebagai bentuk komitmen mendukung visi Indonesia Emas 2045, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus mempersiapkan langkah konkret melalui penguatan peran kekayaan intelektual (KI) dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya tersebut disampaikan dalam pertemuan bilateral bersama World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss pada Jumat, 18 Juli 2025.
Jumat, 18 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) menggelar rapat koordinasi membahas finalisasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual (KI). Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Awaloedin Djamin, Markas Besar POLRI, Jakarta Selatan pada 18 Juli 2025 ini merupakan tindak lanjut atas Nota Kesepahaman antara DJKI dan POLRI yang telah ditandatangani pada 14 Mei 2025.
Jumat, 18 Juli 2025
Sabtu, 19 Juli 2025
Jumat, 18 Juli 2025
Jumat, 18 Juli 2025