Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Jakarta  – Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Di momen peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, penting bagi kita untuk tidak hanya merayakan kebebasan berekspresi, tetapi juga mengingat bahwa kebebasan itu datang dengan tanggung jawab: salah satunya adalah menghormati hak cipta di dunia pers.

“Setiap karya jurnalistik adalah karya cipta atau ciptaan yang dilindungi undang-undang. Tidak boleh disadur, diambil sebagian, apalagi diklaim tanpa izin. Pelindungan hak cipta menjadi pondasi penting agar kebebasan pers tetap sehat dan beretika,” tegas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum Razilu di Jakarta, Jumat, 2 Mei 2025.

Dalam dunia jurnalistik, hak cipta mencakup berbagai bentuk karya: artikel, foto, video, hingga infografis. Pelanggaran bisa terjadi dalam banyak bentuk, yang paling umum adalah penyaduran tanpa atribusi atau menerbitkan ulang foto tanpa mencantumkan sumbernya. Ini bukan hanya persoalan etika, tapi juga hukum.

Menurut UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pemegang hak cipta atas karya jurnalistik adalah penciptanya, yakni jurnalis itu sendiri, kecuali ada perjanjian pengalihan hak dengan medianya. Media tempat jurnalis bekerja bisa menjadi pemegang hak cipta atas karya jurnalistik tersebut, namun hak moral tetap melekat pada pencipta atau jurnalis yang membuat karya jurnalistik sehingga nama pencipta tidak boleh dihilangkan.

“Masih kerap ditemui praktik pemuatan ulang berita dari portal lain tanpa pencantuman sumber yang jelas, bahkan terkadang disertai perubahan isi. Hal ini tentu berpotensi mengabaikan hak pencipta dan melemahkan semangat profesionalisme dalam jurnalisme,” ujar Razilu lebih lanjut.

Menariknya, pelanggaran hak cipta justru masih kerap terjadi di lingkungan yang menjunjung tinggi kebebasan pers. Di masyarakat terdapat anggapan bahwa selama informasi disebarkan demi kepentingan publik, maka penggunaannya bisa dilakukan tanpa izin. Persepsi tersebut,  merupakan pemahaman yang keliru yang dapat menimbulkan kekeliruan yang merugikan pencipta atas karya.

Kebebasan pers bukan berarti bebas mengambil karya orang lain. Mengutip boleh saja, tapi dengan batasan jelas, antara lain mencantumkan  sumber, dan tidak menghilangkan makna dari tulisan yang dibuat oleh  penulis.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) terus mendorong jurnalis, editor, dan pengelola media untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip hak cipta dalam proses kerja mereka. Edukasi menjadi kunci, karena banyak pelanggaran terjadi bukan karena niat jahat, tetapi karena ketidaktahuan.

Sebagai langkah konkret, DJKI mengimbau insan pers untuk selalu mencantumkan kredit penulis dan fotografer saat menggunakan karya orang lain. Penyaduran tanpa izin sebaiknya dihindari, dan jika ingin merujuk pada tulisan media lain, sebaiknya gunakan kutipan singkat dan arahkan pembaca ke sumber asli. Penggunaan foto pun harus memperhatikan lisensi dan izin resmi, baik dari agensi maupun kontributor lepas. Selain itu, penting bagi redaksi media untuk membekali timnya dengan pemahaman yang cukup tentang hak dan kewajiban hukum terkait karya intelektual, serta membedakan antara kutipan yang sah dengan pelanggaran hak cipta.

“Di Hari Kebebasan Pers ini, saya mengajak seluruh insan media untuk bukan hanya memperjuangkan suara kebenaran, tapi juga saling menghargai karya sesama. Kebebasan dan pelindungan bisa berjalan beriringan,” tutup Razilu.

 



TAGS

#Dirjen KI

LIPUTAN TERKAIT

Jaga Warisan Lewat Indikasi Geografis

Lukisan Kamasan merupakan salah satu Indikasi Geografis dari Desa Kamasan, Provinsi Bali, yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum. Lukisan tersebut sudah ada sejak zaman kerajaan dan sampai saat ini masih dijaga kelestariannya. Hal tersebut disampaikan oleh Gede Weda Asmara selaku Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Lukisan Kamasan Bali dalam Podcast Obrolan Kreatif dan Inovatif Kekayaan Intelektual (OKE KI) dalam gelaran INACRAFT 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC) pada Minggu, 9 Februari 2025.

Minggu, 9 Februari 2025

Tenun Buna Insana: Kisah Cinta dan Perjuangan Mama-mama Melindungi Warisan Budaya NTT

Di sebuah galeri sederhana yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, deretan Tenun Buna Insana terpajang bak lukisan yang merangkai kisah kehidupan. Motif-motif berbentuk pengait menyerupai huruf Z berbicara dalam keheningan, menyampaikan warisan leluhur yang dijaga dengan penuh cinta dan ketekunan oleh mama-mama setempat. Di setiap helaian benang yang tersulam, ada peluh, doa, dan cerita tentang harapan.

Senin, 23 Desember 2024

DJKI Serahkan Sertifikat IG Kopi Robusta Merapi Sleman, Dorong Produk Lokal Mendunia

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu menyerahkan sertifikat Indikasi Geografis (IG) Kopi Robusta Merapi Sleman kepada Bupati Kabupaten Sleman Kustini Sri Purnomo pada Kamis, 19 Desember 2024, di Lapangan Pemerintah Daerah Sleman.

Kamis, 19 Desember 2024

Selengkapnya