Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) melakukan audiensi bersama dengan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha (Ditjen Bimas Buddha) Kementerian Agama (Kemenag) pada Kamis, 5 Oktober 2023 bertempat di Kantor DJKI.
Audiensi yang dilakukan oleh Ditjen Bimas Buddha Kemenag bertujuan untuk berdiskusi mengenai implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Dalam diskusi tersebut, pihak dari Kemenag menyampaikan bahwa terdapat beberapa konflik yang muncul akibat pendaftaran merek, terutama pada kelas 45. Dikarenakan adanya konflik internal antara lembaga-lembaga dibawah binaan Kemenag yang disebabkan adanya perbedaan pendapat yang mengatakan bahwa merek keagamaan tidak perlu didaftarkan.
Oleh sebab itu, perwakilan Kemenag berkunjung ke DJKI untuk mendapatkan pencerahan terkait permasalahan tersebut.
“Pada dasarnya tidak ada alasan bagi kami untuk menolak permohonan tersebut. Kembali lagi, bahwa kelas 45 merupakan klasifikasi internasional dan sebagai anggota dari World Intellectual Property Organization (WIPO) DJKI juga menerapkan hal tersebut,” jelas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen.
“Yang bisa dilakukan, hanya memberikan informasi atau mengajukan keberatan pada saat merek berada di masa pengumuman. Karena aturannya seperti itu, mana yang dapat didaftar dan tidak didaftar sudah jelas,” lanjut Min.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua menyampaikan bahwa DJKI siap untuk melakukan sosialisasi ataupun pendampingan terkait dengan merek sehingga kedepannya tidak ada konflik yang muncul akibat permasalahan yang sama.
“Sebelum diundangkannya UU Merek, Logo termasuk ke dalam rezim hak cipta. Namun setelah UU tersebut diundangkan, Logo masuk ke dalam rezim. Hal ini disebabkan banyaknya pemilik logo yang ingin melarang pihak lain untuk menggunakan logo yang sama,” jelas Direktur Merek dan Indikasi Geografis Kurniaman Telaumbanua.
Selain itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Supriyadi juga sudah melakukan koordinasi dengan bagian terkait mengenai Nomor Induk Berusaha (NIB) karena terdapat kendala dalam klasifikasinya.
“Mudah-mudahan ada semacam peninjauan sehingga persoalan yang ada di kalangan organisasi atau lembaga keagamaan tidak masuk ke ranah hukum,” pungkas Supriyadi.
Di akhir pertemuan, Min juga menyampaikan bahwa hal tersebut juga menjadi atensi kami dan kedepannya diharapkan adanya koordinasi antara pihak DJKI dan Kemenag berkaitan dengan pendaftaran merek yang dilakukan oleh organisasi atau lembaga keagamaan agar terhindar dari konflik. (SAS/SYL)
Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.
Rabu, 30 April 2025
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.
Rabu, 30 April 2025
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu menyerahkan dua surat pencatatan kekayaan intelektual komunal (KIK) dan satu sertifikat merek kolektif dari Bukittinggi. Penyerahan ini dilaksanakan di sela-sela kegiatan audiensi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan pemerintah Kota Bukittinggi di Kantor Wali kota pada Rabu, 30 April 2025.
Rabu, 30 April 2025
Rabu, 30 April 2025
Rabu, 30 April 2025
Rabu, 30 April 2025