Jakarta - Era 4.0 menuntut industri terus berinovasi dalam berbagai hal. Salah satu sumber inovasi terbesar berasal dari akademisi. Namun, saat ini penyerapan industri terhadap penghasil inovasi dari kalangan akademisi belum maksimal, sehingga Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berupaya menjembatani antara akademisi dan industri pada temu bisnis di Expo Kekayaan Intelektual (KI), Kamis 13 Juni 2024.
Bertempat di Hotel Shangri-La, dua narasumber dihadirkan untuk memaparkan kepada peserta mengenai strategi hilirisari pengelolaan inovasi dari perspektif Perseroan Terbatas (PT) Pertamina dan perspektif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI).
“Dalam melakukan pengembangan kami membuka peluang kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari badan usaha, perguruan tinggi, lembaga riset. Inovasi yang dihasilkan nantinya dapat diberikan pelindungan paten untuk memberikan hak bagi para penciptanya,” jelas Dessy Andrian, Manager Technology Innovation PT Pertamina.
Dalam paparannya Dessy menjelaskan bahwa PT Pertamina melakukan inovasi sebanyak 80% berkaitan dengan pengembangan produk teknologi. Setiap inovasi yang dihasilkan telah dipatenkan. Diketahui dari tahun 2014 hingga saat ini PT Pertamina telah menghasilkan 244 pelindungan paten aktif dan 103 paten dalam proses.
Di samping itu, dengan mendaftarkan paten, Pertamina mendapatkan berbagai keuntungan, salah satunya Super Tax Deduction yang merupakan keuntungan insentif pajak dari pemerintah berupa pemberian pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia.
“Selain itu, kami juga berharap agar ke depannya dapat terus berkolaborasi dengan DJKI dalam memberikan pendampingan terhadap pencipta inovasi di PT Pertamina mulai dari proses pendaftaran hingga mendapatkan hak patennya,” harapnya.
Sejalan dengan Dessy, Cristina Sandjaja, Sekretaris Jenderal ASPAKI juga menjelaskan bahwa masih terdapat 70% peluang untuk mengembangkan alat kesehatan lokal. Hal tersebut bisa menjadi kesempatan bagi para akademisi lokal untuk melakukan berbagai inovasi hingga mendapat keuntungannya.
“Sebagai contoh, alat pendeteksi kandungan babi yang digunakan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Indonesia masih impor, sedangkan saat ini sudah ada produk lokal hasil kerja sama industri dan Universitas Padjajaran yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan tersebut,” terangnya.
Selain itu, perlu diingat, bagi industri penyerapan inovasi tidak hanya dilihat dari manfaatnya saja namun dari harga jual produk. Semakin harga produk terjangkau maka akan semakin menguntungkan bagi industri.
Sebagai informasi, temu bisnis yang diselenggarakan DJKI dihadiri oleh perwakilan perguruan tinggi dan industri dari seluruh Indonesia dengan harapan dapat terjadinya matching market hingga pencipta inovasi semakin berdaya dengan inovasinya. (MKH/KAD)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.
Jumat, 13 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi Pemeriksaan Substantif Indikasi Geografis secara daring sebagai bagian dari upaya percepatan pelayanan publik serta penyesuaian terhadap kebijakan efisiensi anggaran nasional.
Kamis, 12 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kementerian Hukum Republik Indonesia, turut berpartisipasi aktif dalam forum internasional bertajuk Indonesia’s Success Stories yang diselenggarakan di Park Hyatt Jakarta pada Rabu, 11 Juni 2025. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Motion Picture Association (MPA), Kementerian Kebudayaan, serta berbagai asosiasi film nasional dan internasional.
Rabu, 11 Juni 2025
Senin, 16 Juni 2025
Senin, 16 Juni 2025
Jumat, 13 Juni 2025