Strategi Pelindungan Karya Cipta Musik di Era Transformasi Digital

Jakarta - Perkembangan teknologi yang pesat dapat mendorong sekaligus merusak sebuah tatanan yang telah mapan. Digitalisasi yang merambah bidang musik dan lagu memudahkan musisi untuk memperkenalkan lagu mereka.

Namun demikian, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu mengatakan bahwa kemajuan teknologi juga dapat berdampak negatif terhadap hak cipta musik dan lagu di era digital. 

“Dengan teknologi modern dan canggih membuat orang lebih mudah dalam melakukan pembajakan terhadap karya cipta musik dan lagu,” ujar Razilu dalam webinar IP Talks POP HC: Strategi Pelindungan Karya Cipta Musik di Era Transformasi Digital.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Prof Ahmad Ramli menyatakan transformasi sangat penting jika tidak ingin terdisrupsi. 


“Kita harus pilih bertransformasi atau terdistrupsi. Sekarang konsumen bisa langsung mengakses langsung ribuan bahkan ratusan ribu lagu, misalnya konten di TikTok atau YouTube yang menghitung fee berbasis viewers dan subscribers, padahal mereka tidak memiliki hak ciptanya,” ujar Ramli.

Dia juga mengatakan bahwa pemerintah perlu mengatur agar Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memiliki fungsi tidak hanya mengumpulkan royalti. Keduanya juga perlu bertransformasi agar dapat mengawasi Over The Top (OTT) sehingga dapat berkontribusi besar pada royalti para musisi/pencipta lagu.

Tingginya konsumsi konten dalam OTT merupakan salah satu alasan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) memindahkan saluran TV analog menjadi digital. Tujuannya agar frekuensi yang digunakan TV analog dapat digunakan untuk pelayanan internet yang lebih baik dan cepat sehingga dapat menambah ruang bagi kreator digital.

Menanggapi hal itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Anggoro Dasananto menegaskan bahwa DJKI sebagai focal point pelindungan KI di Indonesia memilih terus bergerak untuk transformasi. 

“Transformasi ini ada di 3 strategi di kami yaitu di pencatatan, pasca pencatatan, dan penegakan hukumnya,” ujar Anggoro pada kesempatan yang sama Senin, 30 Mei 2022.

Strategi pertama adalah percepatan pencatatan hak cipta melalui layanan Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta (POP HC) yang dirilis DJKI pada 20 Desember 2021. Pemohon awalnya membutuhkan waktu 2 (dua) tahun untuk mencatatkan ciptaannya, namun kini hanya butuh paling lama 10 menit saja.

“Untuk pasca pencatatan ini kami juga terus bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain dalam mengembangkan regulasi untuk mengelola dan mengawasi pelindungan hak cipta di berbagai platform,” lanjutnya.

Yang terakhir, DJKI juga telah bekerja sama dengan berbagai OTT dan marketplace untuk membasmi konten ilegal di platform mereka. DJKI juga bekerja sama dengan Kemenkominfo untuk menghapus konten-konten yang melanggar kekayaan intelektual.

Di sisi lain, musisi sekaligus Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) Candra Darusman menuntut agar pemerintah senantiasa merangkul musisi dalam pembuatan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan hajat hidup mereka. Perubahan hukum yang cepat mengharuskan musisi untuk mengerti hak-hak mereka dan memperjuangkannya. 

“Sosialisasi RPP digital/ mechanical right/ hak individu kepada K/L selain Kemenkumham perlu dilakukan, terutama pada musisi agar mereka tidak merasa ditinggalkan,” terangnya. 

Firman Siagian, musisi sekaligus penulis dan pencipta lagu, sepakat dengan Candra bahwa masih banyak sekali rekan sejawatnya yang tidak memahami hukum KI. Hal itu membuat mereka tidak dapat memonetisasi karya mereka dengan baik meskipun sudah berada di sebuah label musik.

“Nggak semua teman-teman musisi paham hukum KI dan memahami kontrak mereka. Teman-teman harus memahami hak-haknya, apakah sebagai pencipta, pengisi suara dan seterusnya,” ujar Firman . 


Firman mengimbau pada sesama musisi/pencipta lagu untuk mencatatkan dan mendaftarkan kekayaan intelektualnya di DJKI. Untuk musik, menurutnya harus segera didaftarkan kepada penerbit atau LMK untuk penagihan royalti. 

Sebagai informasi, pencatatan ciptaan melalui Sistem POP HC per tanggal 21 Mei 2022 sebanyak 38.758 permohonan. Sistem ini menunjukkan bahwa minat dan kreativitas masyarakat dalam menghasilkan karya ciptaan dan kesadaran untuk melindungi dengan mencatatkan karya ciptaannya cukup tinggi. (kad/ver)


LIPUTAN TERKAIT

Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Sabtu, 3 Mei 2025

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya