Jakarta – Merek dagang sering kali dianggap sebagai aset tak berwujud, namun seiring waktu dampaknya terhadap bisnis akan terasa semakin besar. Hal ini disampaikan Agung Indriyanto, Tim Kerja Pemeriksaan Substantif Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, yang juga mengatakan bahwa merek bukan sekadar simbol atau nama, tetapi merupakan identitas yang membedakan suatu produk atau layanan dari kompetitor.
“Merek yang kuat memberikan nilai tambah, membangun reputasi, serta menjadi jaminan kualitas bagi konsumen,” ujarnya pada acara Craft Talk di INACRAFT, Jakarta, pada Jumat 7 Februari 2025.
Lebih dari sekadar identitas, merek memberikan hak eksklusif kepada pemiliknya. Pemegang merek berhak menggunakan mereknya sendiri, melarang pihak lain menggunakannya tanpa izin, serta memberikan lisensi kepada pihak ketiga. Bentuk lisensi ini beragam, mulai dari franchise, merchandise, brand extension, co-branding, hingga component branding. “Lisensi memungkinkan pemilik merek memperluas jangkauan bisnisnya tanpa harus memproduksi sendiri seluruh produk yang menggunakan merek tersebut,” jelas Agung.
Franchise adalah salah satu bentuk lisensi yang paling umum, di mana pemilik merek memberikan hak kepada pihak lain untuk menjalankan bisnis dengan standar dan merek yang telah ditetapkan. Sementara itu, merchandise memungkinkan merek untuk muncul di berbagai produk, seperti pakaian atau aksesori. Brand extension memungkinkan sebuah merek memasuki kategori produk baru, sedangkan co-branding mempertemukan dua merek dalam satu produk atau layanan. Component branding, di sisi lain, menampilkan merek tertentu sebagai bagian penting dari produk lain, seperti prosesor dalam perangkat elektronik.
Namun, penting untuk diingat bahwa pelindungan merek bersifat teritorial, yang berarti hak eksklusif hanya berlaku di negara tempat merek terdaftar. Untuk mendapatkan pelindungan lebih luas, pemilik merek dapat mengajukan permohonan melalui Protokol Madrid, sistem pendaftaran internasional yang memungkinkan merek didaftarkan di berbagai negara dengan satu permohonan.
“Pemilik usaha yang memang mengincar pasar global atau ekspor dapat mengantongi merek di negara tujuan paling lama 18 bulan setelah waktu didaftar di Indonesia apabila menggunakan Madrid Protokol,” pungkasnya.
DJKI terus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendaftaran merek bagi pengusaha. Untuk itu, DJKI juga membuka booth konsultasi di INACRAFT 2025 yang akan melayani hingga 9 Februari 2025. Informasi lebih lanjut mengenai merek dapat diakses melalui merek.dgip.go.id .
Sebagai bentuk komitmen mendukung visi Indonesia Emas 2045, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus mempersiapkan langkah konkret melalui penguatan peran kekayaan intelektual (KI) dalam pembangunan nasional. Salah satu upaya tersebut disampaikan dalam pertemuan bilateral bersama World Intellectual Property Organization (WIPO) di Jenewa, Swiss pada Jumat, 18 Juli 2025.
Jumat, 18 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum bersama Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) menggelar rapat koordinasi membahas finalisasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) mengenai penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual (KI). Kegiatan yang dilaksanakan di Gedung Awaloedin Djamin, Markas Besar POLRI, Jakarta Selatan pada 18 Juli 2025 ini merupakan tindak lanjut atas Nota Kesepahaman antara DJKI dan POLRI yang telah ditandatangani pada 14 Mei 2025.
Jumat, 18 Juli 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum (Kemenkum) menanggapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Timur (MUI Jatim) yang menyatakan bahwa penggunaan sound horeg dengan volume berlebihan serta mengandung unsur kemaksiatan adalah haram.
Rabu, 16 Juli 2025
Jumat, 18 Juli 2025
Jumat, 18 Juli 2025
Rabu, 16 Juli 2025