Menggali Potensi Kopi Indikasi Geografis dalam Podcast OKE KI di INACRAFT 2025

Jakarta - Podcast Obrolan Kreatif dan Edukatif Kekayaan Intelektual (OKE KI) hadir dengan diskusi menarik seputar kekayaan intelektual (KI) dalam rangkaian INACRAFT 2025. Program ini merupakan bertujuan memberikan wawasan, motivasi, dan inspirasi kepada masyarakat luas mengenai pentingnya pelindungan kekayaan intelektual, khususnya bagi para pelaku industri kreatif dan UMKM.

Pada seri pertama di INACRAFT 2025, OKE KI mengangkat tema "Kopi Indikasi Geografis, Pasar Tren Kopi Para Coffee Geek!". Diskusi ini menghadirkan para narasumber dari berbagai Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) yang telah sukses membawa kopi khas daerah mereka ke pasar nasional dan internasional.

Kopi Indikasi Geografis: Identitas dan Kualitas yang Diakui Dunia

Kopi Indikasi Geografis (IG) adalah kopi yang memiliki karakteristik khas yang erat kaitannya dengan wilayah geografis tempat kopi tersebut dihasilkan. Kopi IG bukan hanya sekadar minuman, tetapi juga membawa cerita dan identitas dari daerah asalnya. Dalam diskusi ini, beberapa perwakilan MPIG berbagi pengalaman mereka dalam memanfaatkan IG untuk meningkatkan daya saing kopi mereka di pasar global.

Dani Firsada dari MPIG Kopi Arabika Hyang Argopuro Bondowoso menegaskan bahwa menjadi petani kopi adalah profesi yang menjanjikan.

"Kami punya cita-cita bahwa jadi petani kopi itu keren dan tidak pantas hidup melarat. Saat ini, petani kopi di Bondowoso bisa memperoleh penghasilan hingga lima kali lipat dari Upah Minimum Provinsi (UMP) setempat. Jangan takut untuk menjadi petani kopi!" ujarnya.

Dani juga menambahkan bahwa setelah mendapatkan sertifikat IG, kopi Hyang Argopuro semakin dikenal dan dihargai lebih tinggi.

"Sebelum memiliki sertifikat IG, kopi kami kurang dikenal. Namun, setelah mendapatkan sertifikasi pada tahun 2022 dan mengikuti berbagai pameran bersama DJKI, kopi kami kini sejajar dengan Kopi Ijen. Dengan percaya diri kami memperkenalkan kopi dari lereng Gunung Argopuro kepada para pencinta kopi," jelasnya.

Sementara itu, Daeng dari MPIG Kopi Bantaeng, Sulawesi Selatan, menyoroti keunikan kopi mereka yang tumbuh secara alami di hutan desa tanpa kontaminasi bahan kimia.

"Kopi Arabika Bantaeng istimewa karena tidak dibudidayakan secara langsung, melainkan tumbuh di hutan secara organik. Berkat indikasi geografis, kopi ini mendapatkan pengakuan sebagai produk otentik dan berkualitas tinggi," ungkap Daeng.

Ia juga menjelaskan bagaimana IG meningkatkan nilai jual kopi mereka secara signifikan.

"Sebelum memiliki IG, harga jual biji kopi kami hanya Rp100.000-Rp120.000 per kg. Setelah memperoleh IG, harganya melonjak menjadi Rp300.000 per kg. Konsumen kini lebih percaya dengan keaslian dan kualitas produk kami," tambahnya.

MPIG Kopi Bantaeng bahkan telah mempromosikan produknya ke pasar internasional. Daeng menyampaikan bahwa tahun lalu mereka berkesempatan pergi ke Jenewa, Swiss, dan London, Inggris, bersama DJKI untuk memperkenalkan kopi Bantaeng ke dunia. Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa kopi lokal memiliki daya saing global.

Ariga dari MPIG Kopi Arabika Gayo, Aceh, menekankan pentingnya menjaga kualitas untuk mempertahankan kepercayaan buyer internasional.

"Setiap panen, kami menilai hasil kopi untuk quality control. Jika ingin ekspor, kita harus menjaga kualitas agar buyer tetap percaya dengan produk kita. Kepercayaan buyer sangat penting," jelasnya.

Ia juga mengungkapkan tantangan dalam mempertahankan kualitas kopi di tengah kondisi cuaca yang berubah-ubah. Untuk menghadapi musim hujan, petani Kopi Gayo Aceh menciptakan greenhouse agar kopi tetap dalam kondisi terbaik. 

Sebagai penutup, Ariga memberikan pesan semangat kepada para petani kopi di seluruh Indonesia.

"Tetap semangat, jangan menyerah! Bangun relasi lebih banyak lagi agar bisa memperluas pasar ekspor dan membawa kopi Indonesia ke level yang lebih tinggi," pesannya.

Dengan kehadiran OKE KI di INACRAFT 2025, DJKI berharap semakin banyak masyarakat yang memahami pentingnya pelindungan kekayaan intelektual, terutama dalam meningkatkan nilai jual produk lokal.

 



LIPUTAN TERKAIT

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

DJKI Serahkan Surat Pencatatan KIK dan Sertifikat Merek Kolektif dari Bukittinggi

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu menyerahkan dua surat pencatatan kekayaan intelektual komunal (KIK) dan satu sertifikat merek kolektif dari Bukittinggi. Penyerahan ini dilaksanakan di sela-sela kegiatan audiensi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan pemerintah Kota Bukittinggi di Kantor Wali kota pada Rabu, 30 April 2025.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya