Literasi Digital Menjadi Pelanggaran Baru Hak Cipta

Jakarta - Kemajuan teknologi memudahkan seseorang mendapatkan karya literasi di dunia digital. Hal ini menambah kompleks permasalahan terkait pelindungan hak cipta literasi, di mana dahulu masalah pembajakan buku hanya sebatas fotokopian saja, tetapi sekarang buku tersebut dapat menyebar luas tanpa sepengetahuan para pencipta dan penerbitnya dalam bentuk pdf.

Melihat fenomena ini, Plt. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Dede Mia yusanti menyatakan tindakan tersebut merupakan pelanggaran baru di era digital sekarang.

Hal itu disampaikannya dalam acara Webinar Literasi Hak Cipta melalui aplikasi Zoom dan disiarkan langsung di kanal Youtube Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM pada hari Kamis, (1/10/2020).

Menurut Dede Mia, reproduksi/ penyalinan atau penggandaan atas karya literasi seperti buku, jurnal, terbitan berkala, majalah dan surat kabar dapat terjadi dalam bentuk cetakan seperti fotokopi, mengunduh ataupun mengunggah melalui internet, penyalinan digital dan penyimpanan elektronik di database.

“Jadi hal-hal seperti itu merupakan penggandaan yang kita lihat, bahwa semakin lama penggandaan itu tidak hanya mencetak atau memfotokopi yang selama ini menjadi masalah, tetapi sudah mencakup ke hal-hal yang melibatkan teknologi informasi,” ujar Dede Mia.

Bila merujuk kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC) Pasal 40 ayat (1) huruf a, disebutkan bahwa buku dan semua karya tulis lainnya adalah ciptaan yang dilindungi. Termasuk buku dalam format pdf ataupun E-Book.

“Dengan adanya teknologi sedemikian maju maka karya literasi itu tidak hanya terbatas pada terbitan-terbitan fisik, tetapi literasi digital merupakan suatu fenomena yang kita hadapi bersama saat ini,” ucap Dede Mia.

Menanggapi pelanggaran hak cipta atas karya literasi ini, Ketua Lemabaga Manajemen Kolektif Perkumpulan  Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) Kartini Nurdin mengatakan bahwa pelanggaran hak cipta terus meningkat, terlebih dengan format digital.

“Kita menemukan format pdf itu dibagikan secara gratis dan penjualan melalui marketplace itu banyak sekali buku-buku bajakan,” kata Kartini.Ia menuturkan bahwa akhir tahun 2019 lalu, PRCI melakukan survei ke beberapa tempat fotokopi dan menunjukan bahwa kerugian dari penggandaan fotokopi buku itu sangat luar biasa dan sangat merugikan.

“Kerugiannya sekitar 1 Milyar/Tahun,” ungkap Kartini.

Pelindungan hak cipta karya literasi ini meliputi hak moral dan hak ekonomi dari pemanfaatan suatu ciptaan. Tetapi, menurut Dede Mia, ada ketentuan tentang pemanfaatan hak ekonomi dan hak terkait dari karya literasi yang  tidak berlaku berlaku, yaitu terhadap:

  1. Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
  2. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;
  3. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan


Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Penulis: KAD
Editor: AMH


TAGS

LIPUTAN TERKAIT

Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Sabtu, 3 Mei 2025

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya