Dirjen KI: Para Ahli Hukum Perlu Membahas Hukum Mengenai Pelindungan Hak Cipta Artificial Intelligence

Jakarta - Teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) mulai banyak digunakan oleh masyarakat khususnya dalam dunia industri. Misalnya dalam industri otomotif, perusahaan otomotif menggunakan AI dalam pembuatan mobil untuk meningkatkan produktivitas dan menghasilkan produk yang kompetitif.

Pemanfaatan AI juga telah merambah industri kreatif seperti dalam menciptakan musik dan lagu serta membuat karya seni lukis.

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris mengatakan bahwa AI sudah hadir di tengah-tengah kita. Ia mencontohkan sebuah program komputer dapat membuat sebuah lukisan Edward Bellamy.

“Disitu dikatakan dari sesuatu yang dulunya mitos, tapi sekarang udah bisa lihat, bahwa AI sudah bisa melukis dan lukisan harganya kalau tidak salah empat setengah miliar dan hasil karyanya bagus,” ujar Freddy Harris dalam webinar dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bertajuk Bagaimana Artificial Intelligence Mempengaruhi Sistem Hak Cipta, Selasa (30/6/2020).

Namun, kemudahan dalam pemanfaatan AI pada industri kreatif nyatanya dapat menimbulkan persoalan hukum dalam pelindungan hak cipta. Hal ini didasari atas adanya ancaman bagi para pelaku ekonomi kreatif dari sisi orisinalitas dan hak cipta atas kemajuan teknologi tersebut, dimana aturan hukum yang mengatur mengenai pelindungan hak cipta yang dibuat oleh AI belum ada.

Karenanya, perlu ada antisipasi bersama dari seluruh pemangku kepentingan ekonomi kreatif untuk dapat mendorong hadirnya produk hukum yang dapat melindungi para pelaku ekonomi kreatif ke depannya.

Menurut Freddy, untuk mengantisipasi hal tersebut perlu mengumpulkan ahli hukum yang ada di Indonesia untuk mendiskusikan pembuatan konsep hukumnya.

“Kita diskusikan, harus sebenarnya ahli hukum perdata kumpul, ahli hukum benda kumpul, ahli hukum orang kumpul, polisi kumpul, jaksa kumpul, hakim kumpul, kita buat kaya yang dilakukan oleh Amerika dalam menentukan yang namanya konsep hukum memorandum of understanding. Itu para ahli kumpul lalu diterapkan,” Freddy menjelaskan.

Sedangkan, Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi dan Regulasi Kemenparekraf, Ari Juliano Gema menilai perlu aturan jelas mengenai keterlibatan seseorang yang memakai aplikasi AI untuk menghasilkan sebuah karya dalam merancang, membuat, memimpin dan mengawasi, pembuatan karya tersebut sehingga dapat dikategorikan sebagai pencipta karya menurut Undang Undang Hak Cipta.

“Masalahnya ketika AI itu yang mengandung “DNA” dari karya orang lain digunakan oleh orang yang tidak berhak, dalam hal ini bukan pencipta dan bukan pemegang hak cipta, tentu akan bermasalah ketika dia menghasilkan sebuah karya,” ujar Ari.

Ia juga menghimbau kepada asosiasi atau organisasi pelaku ekonomi kreatif perlu membuat panduan mengenai batasan kemiripan substansial atas suatu karya di bidangnya masing-masing. Sehingga dapat mengantisipasi karya yang dibuat aplikasi AI dengan sumber inspirasi dari karya-karya yang sudah ada. Sehingga hasil pemanfaatan AI pada industri kreatif tersebut dapat diklasifikasi saat melanggar hak cipta atau tidak.

Penulis: DAW
Editor: KAD


LIPUTAN TERKAIT

Melalui Seminar Nasional, DJKI Perkuat Literasi Hak Cipta di Kalangan Musisi dan Akademisi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Serahkan Izin Operasional kepada Dua LMK Produser Fonogram

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Terima Audiensi PRCI Bahas Usulan Pedoman Royalti Karya Cipta Tulis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.

Jumat, 13 Juni 2025

Selengkapnya