Direktur Hak Cipta dan Desain Industri: Seniman Tari Harus Lindungi Karya Ciptanya

Tangerang Selatan - Hak cipta kini menjadi satu hal yang diperhatikan oleh pemerintah. Semua seniman berhak untuk mendapat pelindungan karya yang mereka ciptakan. Salah satunya adalah hak cipta pada seni tari.

Masih banyak seniman tari yang kurang memahami mengenai apa itu hak cipta, bagaimana caranya untuk mendapatkan hak cipta, serta tolok ukur penentuan hak cipta pada seni tari.

Terkait hal tersebut, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, Syarifuddin mengatakan bahwa hak cipta atas seni tari akan terbagi menjadi dua yaitu, seni tari sebagai ekspresi budaya tradisional dan seni tari sebagai karya cipta baru ataupun kontemporer.

“Seni tari sebagai ekspresi budaya tradisional (EBT) merupakan warisan budaya tradisional yang sudah turun temurun dan dilestarikan oleh masyarakat,” kata Syarifuddin saat hadir di Talkshow Potret Kita yang dipandu oleh Melly Goeslaw pada Jumat (2/4/2021).

Ia menjelaskan bahwa hak cipta atas EBT dipegang oleh negara dengan pengertian bahwa seni tari tersebut kepemilikannya bersifat komunal atau yang disebut dengan Kekayaan Intelektual Komunal.

“Terhadap ekspresi budaya tradisional, negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya tradisional,” tutur Syarifuddin.

Sedangkan, seni tari sebagai karya cipta baru atau kontemporer, merupakan suatu ciptaan yang bersifat personal atau dimiliki oleh seseorang atau beberapa orang yang membuat ciptaan seni tari tersebut.

“Ciptaan yang demikian pelindungannya seumur hidup penciptanya ditambah 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Sedangkan untuk seni tari yang merupakan modifikasi ekspresi budaya tradisional pelindungannya 50 tahun sejak pertama kali diumumkan atau dipublikasikan,” ungkapnya.

Syarifuddin menegaskan bahwa hakekat pelindungan hukum hak cipta bersifat otomatis yaitu sejak pertama kali ciptaan tersebut diwujudkan atau dipublikasikan pertama kali, maka sudah mendapatkan pelindungan hukum.

“Oleh karena itu kewajiban bagi pencipta adalah mendokumentasikan kapan ciptaan tersebut pertama kali di publikasikan,” pungkasnya.

Ia melanjutkan, dengan adanya pencatatan ciptaan sebagaimana diatur dalam undang-undang hak cipta merupakan bukti awal kepemilikan atas suatu ciptaan yang dihasilkan atau sebagai bentuk pendokumentasian atas kepemilikan ciptaan seni tari yang dihasilkan oleh pencipta.

Syarifuddin juga menjelaskan tata cara melakukan pencatatan hak cipta yang harus dilakukan oleh para seniman. “Proses melakukan pencatatan ciptaan sangat mudah dapat dilakukan secara online,” katanya.

“Yaitu pemohon dapat mengakses melalui website Ditjen KI di www.dgip.go.id, pemohon terlebih dahulu diminta membuat akun, setelah itu pemohon dapat mengikuti petunjuk yang terdapat pada website untuk memenuhi persyaratan permohonan dan prosesnya juga cepat,” tuturnya.

Menurutnya, apabila persyaratan semua lengkap maka proses pencatatan akan selesai dalam 1 hari dengan diterbitkannya surat pencatatan ciptaan.

“Demikian pula untuk pencatatan kekayaan intelektual komunal atas seni tari yang merupakan ekspresi budaya tradisional, dapat diajukan secara online oleh Pemerintah Daerah atau mayarakat pengemban dari seni tari tersebut,” tambahnya.

Dipenutup acara, Syarifuddin menyampaikan mengenai takaran atas suatu karya. Di mana takaran tersebut tentunya adalah karya tersebut harus orisinal milik pencipta. Apabila karya cipta tersebut merupakan modifikasi dari EBT, maka dalam uraian ciptaan pada saat melakukan pencatatan ciptaan harus dijelaskan di mana letak modifikasi dari karya cipta yang berbasis pada EBT tersebut.


TAGS

#Hak Cipta

LIPUTAN TERKAIT

Ketika Kata Menjadi Karya: Hak Cipta dan Kebebasan Pers yang Tak Bisa Dipisahkan

Di balik setiap berita yang kita baca, dari headline daring hingga kolom opini di koran pagi, tersimpan kerja keras para jurnalis yang menakar fakta dengan nurani dan merangkai kata dengan nurani dan ketelitian. Namun, sayangnya, masih banyak yang lupa bahwa tulisan-tulisan ini bukan sekadar informasi; mereka adalah karya intelektual. Dan seperti karya seni lainnya, tulisan jurnalistik juga punya pemilik, yaitu penulisnya.

Sabtu, 3 Mei 2025

Fenomena Sound Horeg dan Potensi Kekayaan Intelektual di Baliknya

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena sound horeg menjadi tren yang berkembang di tengah masyarakat, khususnya dalam kegiatan hiburan di ruang publik seperti pesta pernikahan, arak-arakan, hingga panggung hiburan rakyat. Atraksi ini memiliki ciri khas menggunakan speaker atau sound system yang memiliki daya besar dan memutar lagu-lagu populer dengan aransemen yang unik, serta terkadang disertai dengan pertunjukan visual atraktif.

Rabu, 30 April 2025

Dirjen KI Dorong Pemda Tanah Datar Gencarkan Promosi Songket Pandai Sikek dan Potensi KI Lain

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Razilu, melakukan audiensi ke kantor Wali Kota Tanah Datar pada 30 April 2025. Dalam pertemuan tersebut, agenda utama yang dibahas adalah penguatan promosi produk indikasi geografis (IG) terdaftar Songket Pandai Sikek, serta pemanfaatan potensi kekayaan intelektual (KI) lainnya di Kabupaten Tanah Datar.

Rabu, 30 April 2025

Selengkapnya