Bahas AI Di Sidang Umum WIPO Ke 59, Dirjen KI Ingin Ada Instrumen Hukum Pelindungan Kekayaan Intelektualnya

JENEWA - Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) Freddy Harris menghadiri sidang umum World Intellectual Property Organization (WIPO) ke-59 di Jenewa, Swiss.

Dalam sidang umum ini, ia menyampaikan bahwa Indonesia sangat mendukung pengembangan sistem pelindungan kekayaan intelektual (KI) di dunia yang semakin berkembang pesat melalui pemanfaatan teknologi.

Salah satunya dengan adanya pengembangan teknologi kecerdasan buatan atau biasa di sebut artificial intelligence (AI). AI sendiri merupakan teknologi terkini yang merupakan suatu ilmu untuk merancang, membangun, dan mengonstruksi satu mesin atau program komputer hingga memiliki kecerdasan layaknya manusia.

Kini banyak negara maju bersaing untuk unggul dalam mengembangkan teknologi kecerdasan buatan tersebut, salah satunya Amerika Serikat (AS).

Dari data Studi Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia WIPO menyebutkan, raksasa teknologi AS, IBM, sejauh ini memiliki portofolio paten AI terbesar dengan 8.920 hak paten. IBM mengungguli Microsoft yang memiliki 5.930 hak paten.

Melihat hal tersebut, Direktur Jenderal WIPO, Francis Gury mengatakan bahwa hal ini menjadi  tantangan baru dalam mengatur substansi kebijakan pelindungan kekayaan intelektual yang berkaitan dengan inovasi AI.

"Ini menimbulkan pertanyaan baru tentang penerapan kebijakan KI yang ada selama ini. Apakah diperlukan penyesuaian terhadap sistem KI yang lama untuk mengakomodir perkembangan  inovasi KI yang semakin maju,” ujar Francis Gury saat membuka acara sidang umum WIPO.

Karena AI ini merupakan hal baru, sehingga diperlukan regulasi yang tepat untuk mengatur  pelindungan hak kekayaan intelektualnya, maka sidang umum WIPO ke 59 kali ini menjadi wadah untuk saling bertukar fikiran dalam merancang instrument hukum pada inovasi tersebut.

Hal tersebut sejalan dengan visi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam mendukung kreatifitas para inventor.

“Ini sebagai upaya untuk meningkatkan inovasi, kreativitas dan pertumbuhan ekonomi melalui sistem kekayaan intelektual Internasional yang seimbang,” ujar Freddy Harris dalam pernyataannya mewakili Indonesia di Kantor Pusat WIPO, Senin (30/9/2019).

Dihadapan para delegasi dari 184 negara yang tergabung keanggotaan WIPO, Freddy Harris juga menyampaikan sebagai negara yang telah menandatangani perjanjian marrakesh dan perjanjian beijing, saat ini Indonesia sedang menyelesaikan proses penerapan aturan tersebut melalui peraturan presiden.

Freddy juga mengatakan bahwa saat ini, Indonesia  telah mengalami peningkatan dalam pelayanan KI, dengan berhasil menyelesaikan backlog permohonan merek dan paten secara signifikan dalam kurun waktu dua tahun.

“Dalam kurun waktu 2018 sampai 2019, backlog paten berkurang dari angka 9.000 menjadi  3.000 permohonan, dan backlog merek berkurang dari angka 80.000 menjadi 30.000 permohonan,” ujar Freddy Harris.

Menurut Freddy, hal penting lainnya yang menjadi fokus Indonesia dalam pelindungan KI adalah pelindungan sumber daya genetik, pengetahuan tradisional, dan ekspresi budaya tradisional (SDGPTEBT). Saat ini Indonesia sedang membangun pencatatan dan bank data Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).

“Kami berharap melalui sidang ini dapat mempercepat dan menghasilkan instrumen hukum pelindungan SDGPTEBT,” tuturnya.

Ia juga meminta kepada WIPO untuk memperbarui data perjanjian perdagangan bebas yang mengandung klausul-klausul SDGPTEBT.

Diakhir pidatonya, Freddy Harris menegaskan komitmennya untuk meratifikasi perjanjian Marrakesh dan perjanjian Beijing.

Sebagai informasi, Indonesia telah mengadopsi perjanjian Marrakesh yang diimplementasikan di dalam Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta untuk melindungi hak bagi penyandang disabilitas dalam memperoleh akses informasi.

Dan untuk melindungi para pelaku seni peran, Indonesia akan meratifikasi perjanjian Beijing yang mengatur tentang pelindungan hak kekayaan intelektual Audio Visual.

Penulis: DAW
Editor: KAD


TAGS

#WIPO

LIPUTAN TERKAIT

Melalui Seminar Nasional, DJKI Perkuat Literasi Hak Cipta di Kalangan Musisi dan Akademisi

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Serahkan Izin Operasional kepada Dua LMK Produser Fonogram

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia resmi menyerahkan surat izin operasional kepada dua lembaga manajemen kolektif (LMK) produser fonogram, yaitu Produser Fonogram Rekaman Seluruh Indonesia (PROFESI) dan Produser Musik Rekaman Industri Nusantara. Penyerahan ini menandai langkah penting dalam pelindungan hukum dalam pengelolaan royalti atas hak terkait di bidang musik dan rekaman, sekaligus penguatan kelembagaan bagi para produser fonogram di Indonesia.

Rabu, 18 Juni 2025

DJKI Terima Audiensi PRCI Bahas Usulan Pedoman Royalti Karya Cipta Tulis

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menerima audiensi dari Konsultan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Perkumpulan Reproduksi Cipta Indonesia (PRCI) pada Jumat, 13 Juni 2025, di Ruang Rapat Gedung DJKI, Jakarta. Pertemuan ini membahas usulan terkait penyusunan pedoman royalti bagi karya cipta tulis.

Jumat, 13 Juni 2025

Selengkapnya