Medan – Inovasi dan invensi berkelanjutan seringkali berkaitan dengan kekayaan Intelektual (KI). Di sisi yang sama, KI juga memberikan insentif kepada inovator untuk mengembangkan solusi yang lebih baik untuk tantangan lingkungan dan sosial. Namun, KI juga dapat menjadi penghalang bagi inovasi berkelanjutan jika tidak dikelola dengan bijaksana, terkadang KI dapat menghambat penyebaran dan adopsi green technology.
Sebagai agen perubahan, Asosiasi Pengajar Hak Kekayaan Intelektual (APHKI) memiliki peranan penting untuk mencari keseimbangan yang tepat antara pelindungan KI dan akses publik terhadap teknologi dan pengetahuan yang berkelanjutan.
Dengan kekhawatiran tersebut, APHKI menyelenggarakan kegiatan International Seminar and Call for Papers yang bertemakan Peran Kekayaan Intelektual Dalam Mewujudkan Kemandirian Perekonomian Bangsa, Rabu, 30 Agustus 2023.
“Dalam hal kebijakan berbasis ekosistem KI, ada hal-hal yang kita sepakati bersama bahwasanya KI bukan hanya sebatas pelindungan saja, tetapi KI dipandang sebagai suatu siklus yang membentuk ekosistem KI di mana pelindungan KI hanya menjadi salah satu bagian di dalamnya,” ujar Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Min Usihen membuka kegiatan.
“Sistem KI sendiri dikaitkan dengan kemandirian perekonomian bangsa yang terdiri dari lima level atau tingkatan, Dari mulai pengenalan Ki, kemudian pendaftaran KI, lalu manajemen KI, setelahnya lagi KI sebagai aset bernilai ekonomi, dan yang terakhir KI sebagai poros ekonomi,” lanjutnya.
Dari fakta yang ada pada saat ini, kontribusi KI di negara maju lebih tinggi dibanding dengan negara berkembang, Contohnya di Amerika yang kontribusi KI-nya mencapai 41% dan Uni Eropa mencapai 45%. Selain itu, negara yang menjadi negara industri berbasis KI juga ditandai dengan persentase jumlah permohonan paten domestik yang lebih tinggi dibanding dengan permohonan paten luar negeri.
“Kalau kita lihat bagaimana tantangan pembangunan sistem ekonomi Indonesia untuk mendorong KI agar bisa menjadi poros ekonomi nasional melalui penerapan ekosistem KI, kita berbicara mengenai kreasi, proteksi, sampai hilirisiasinya. Percuma jika kita hanya melakukan kreasi dan proteksi, tetapi tidak ada utilisasi atau pemanfaatannya,” ucap Min.
Ekosistem KI sangat melibatkan multidisiplin ilmu, yang secara global dibagi menjadi tiga. Kelompok pertama adalah ilmu kreasi KI yang berkaitan dengan ilmu-ilmu yang dapat menghasilkan kreasi KI. Kelompok kedua adalah ilmu proteksi KI yang berkaitan dengan ilmu hukum yang melindungi KI. Terakhir adalah ilmu utilisasi KI yang berkaitan dengan ilmu pemanfaatan KI.
“Jika bisa diibaratkan, ekosistem KI sebagai kendaraan yang bahan bakarnya kreasi KI dan dilengkapi minyak pelumas berupa proteksi KI yang kemudian digunakan untuk menggerakan mesin utilisasi KI sehingga mampu memacu pertumbuhan ekonomi nasional,” jelas Min.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bagian Program dan Pelaporan Andrieansjah yang juga hadir sebagai narasumber menyampaikan mengenai Intellectual Property Tourism (IP-Tourism) sebagai salah satu poros ekonomi nasional berbasis ekosistem KI untuk green dan blue economy di era industrial revolution 4.0 dan industrial society 5.0 dalam mewujudkan kemandirian perekonomian bangsa.
“IP-Tourism mendatangkan devisa dan pendapatan secara langsung bagi wilayah pariwisata, karena para wisatawan datang secara langsung ke tempat wisata yang artinya kita menerima devisa secara langsung,” ujar Andrieansjah.
“Oleh sebab itu, IP-Tourism harus diwujudkan melalui kolaborasi dari setiap pemangku kepentingan, sehingga jika siklus IP-Tourism berjalan dengan baik dan berkelanjutan maka dapat membantu kemajuan ekonomi di suatu negara,” pungkasnya.
Sebagai tambahan informasi, kegiatan tersebut dihadiri oleh berapa narasumber lainnya, yaitu Oka Hiroyuki selaku Expert on IP DJKI dari Japan International Cooperation Agency (JICA), Ida Madieha Abdul Ghani Azmi selaku Profesor dari International Islamic University Malaysia, dan Lalu Muhammad Hayyanul Haq selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pelindungan hukum terhadap karya intelektual masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum resmi menurunkan tarif pembayaran pencatatan hak cipta melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa edukasi mengenai hak cipta dan kepatuhan terhadap mekanisme penggunaan lagu untuk keperluan komersial adalah langkah mendasar dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat dan berkeadilan. Banyak pelaku usaha yang belum memahami bahwa memutar lagu di ruang publik atau menyelenggarakan konser merupakan bentuk penggunaan komersial yang wajib memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Selasa, 17 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar pembelajaran Modul Pelindungan Kekayaan Intelektual tingkat dasar secara daring pada 17 Juni 2025. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ke depan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari lebih dalam terkait kekayaan intelektual (KI).
Selasa, 17 Juni 2025
Kamis, 19 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025
Rabu, 18 Juni 2025