Pemerintah Perkuat Aturan Pelindungan Kekayaan Intelektual Komunal untuk Komersialisasi

Jakarta - Pemerintah terus memperkuat upaya pelindungan Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) yang meliputi Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), Sumber Daya Genetik (SDG), dan Pengetahuan Tradisional (PT). Salah satu langkah terbarunya adalah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal, yang mengatur mekanisme akses dan pembagian manfaat untuk kepentingan komersial.

“Kekayaan alam dan budaya Indonesia merupakan aset bangsa yang harus dilindungi. KIK adalah bagian dari kedaulatan negara dan harus dijaga agar manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat adat,” ujar Ignatius Mangantar Tua Direktur Hak Cipta dan Desain Industri, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan KI Komunal Terkait Adanya Pelaksanaan Pembagian Manfaat di Hotel Le Meridien, Selasa, 23-26 Oktober 2024.

Pemerintah melihat pentingnya aturan yang lebih ketat untuk melindungi KIK dari pemanfaatan tanpa izin, seperti yang kerap terjadi pada komersialisasi produk tenun tradisional atau biopiracy sumber daya genetik. Contoh kasus seperti pemanfaatan tenun Samarinda dan Grinsing Bali oleh industri besar tanpa izin, serta publikasi spesies Tawon Raksasa (Megalara Garuda) oleh peneliti asing, menjadi perhatian utama dalam upaya ini.

Keikutsertaan Indonesia dalam Perjanjian Internasional tentang Pelindungan Kekayaan Intelektual untuk Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional, yang diadopsi oleh 193 negara dalam Konferensi Diplomatik WIPO di Jenewa pada Mei 2024, juga menjadi langkah besar pemerintah. Perjanjian ini diharapkan mampu memberikan pelindungan bagi KIK Indonesia di tingkat global.

“Kami memerlukan aturan yang komprehensif dan mengikat, baik secara nasional maupun internasional. Dengan perjanjian ini, diharapkan ada pelindungan yang lebih kuat untuk masyarakat adat dan komunitas lokal,” tambah Ignatius.

Sejalan dengan itu, Laina Sumarlina Sitohang selaku Ketua Tim Kerja Kekayaan Intelektual Komunal, mengungkapkan pentingnya pengaturan tata cara pemanfaatan KIK yang lebih jelas, terutama dalam hal komersialisasi. “Kami berharap rekomendasi kebijakan yang lahir dari diskusi ini dapat melindungi hak-hak masyarakat adat dan memastikan pembagian manfaat yang adil. Komersialisasi KIK harus dilakukan secara transparan,” ujarnya.

Menurutnya, ada banyak kasus pelanggaran yang terjadi di lapangan, mulai dari pemanfaatan KIK oleh industri tanpa izin hingga minimnya pembagian manfaat yang seharusnya diterima komunitas adat. “Kasus-kasus seperti pencetakan massal batik Lasem tanpa izin menjadi contoh nyata betapa pentingnya regulasi yang ketat,” jelas Laina.

Dalam FGD yang bertema “Isu Urgensi Pengaturan Tata Cara Mendapatkan Izin Pemanfaatan Kekayaan Intelektual Komunal untuk Kepentingan Komersial” ini, hadir pula beberapa narasumber dari kementerian terkait salah satunya yaitu Irini Dewi Wanti, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan dan Miranda Risang Ayu Palar, Akademisi Universitas Padjadjaran.

FGD ini bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang akan digunakan sebagai landasan dalam menyusun peraturan yang lebih tinggi, baik di tingkat kementerian maupun di tingkat nasional. “Kami berharap dari diskusi ini akan muncul pandangan dan saran konkret untuk melindungi KIK di masa depan,” pungkas Ignatius.

Kegiatan ini juga menjadi langkah awal dalam memfasilitasi kepentingan komunitas adat yaitu memastikan mereka mendapatkan manfaat yang adil dari pemanfaatan KIK, serta mendukung pertumbuhan ekonomi melalui komersialisasi yang sah.



LIPUTAN TERKAIT

DJKI Hadiri Pertemuan AWGIPC ke-75 di Siem Reap, Kamboja

Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan ASEAN Working Group on Intellectual Property Cooperation (AWGIPC) ke-75 yang diadakan pada 5 s.d. 9 Mei 2025 di Siem Reap, Kamboja. Pihaknya menyampaikan, pertemuan ini dihadiri oleh pimpinan dan perwakilan dari kantor kekayaan intelektual (KI) negara-negara anggota untuk membahas beragam isu KI.

Selasa, 6 Mei 2025

LMKN Cetak Rekor Royalti, DJKI Aktif Dorong Transparansi dan Penguatan Sistem Hak Cipta

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) mencatatkan pencapaian tertinggi sepanjang sejarah pengelolaan royalti lagu dan musik di Indonesia. Hingga akhir Desember 2024, LMKN berhasil menghimpun royalti sebesar Rp77 miliar, angka ini adalah perolehan tertinggi sejak lembaga ini dibentuk.

Senin, 5 Mei 2025

Renstra Kemenkum 2025–2029 Dukung Pengembangan Ekosistem Kekayaan Intelektual Nasional

Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyampaikan visi dan misi kementerian yang dipimpinnya harus disesuaikan dengan rencana pembangunan Indonesia Emas 2045. Salah satu upayanya adalah berkomitmen mendukung pengembangan ekosistem kekayaan intelektual (KI) nasional melalui penyusunan Rencana Strategis (Renstra) 2025–2029. 

Selasa, 29 April 2025

Selengkapnya