Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum kembali menegaskan pentingnya pelindungan hak cipta di sektor musik. Hal ini menjadi talking point saat DJKI berpartisipasi dalam Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan oleh Program Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI), Rabu, 18 Juni 2025 di Aula Gedung Pascasarjana UKI. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu hadir sebagai narasumber seminar nasional yang bertema “Konflik Penerapan Hak Kekayaan Intelektual di Kalangan Musisi” ini.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif mengenai regulasi dan pelaksanaan pelindungan hak cipta di bidang musik, terutama terkait penarikan dan pendistribusian royalti bagi para pencipta, pelaku pertunjukan, dan produser fonogram.
Dalam paparannya, Razilu menyampaikan bahwa pengetahuan mengenai hak ekonomi dan hak moral dalam musik harus dipahami tidak hanya oleh pencipta, tetapi juga oleh pengguna karya.
“Musik bukan hanya soal ekspresi, tapi juga aset yang memiliki nilai ekonomi. Maka, setiap penggunaan secara komersial harus dilandasi dengan kesadaran hukum. Royalti adalah hak yang melekat pada pencipta dan pelaku pertunjukan. Tidak boleh ada lagi kesenjangan pemahaman antara kreativitas dan legalitas,” tegas Razilu.
Razilu juga menjelaskan mekanisme penarikan dan pendistribusian royalti melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang telah diatur dalam berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Razilu juga menyoroti pentingnya lisensi penggunaan musik seperti lisensi karya rekaman (mechanical right licence), hak untuk melakukan pertunjukkan komersil (performing right licence), dan lisensi sinkronisasi (synchronization right licence) sebagai bentuk konkret pelindungan hukum.
DJKI mencatat bahwa hingga pertengahan tahun 2025, telah terdapat 824 penyelenggara acara komersial yang wajib membayar royalti atas penggunaan lagu atau musik. Ini mencakup promotor konser, perusahaan, perguruan tinggi, lembaga pemerintah, hingga penyanyi yang mengadakan pertunjukan pribadi berskala komersial.
“LMKN hadir sebagai jembatan antara pengguna karya dan pemilik hak cipta agar sistem pelindungan berjalan adil dan efisien,” tambahnya
Ia mengajak para pelaku industri musik untuk aktif menjadi anggota LMK dan berperan dalam menguatkan ekosistem kekayaan intelektual nasional.
“Dengan sistem kolektif yang inklusif dan berbasis keadilan, kita tidak hanya menjaga hak pencipta, tetapi juga menciptakan iklim industri kreatif yang sehat dan berkelanjutan,” pungkasnya
Melalui kegiatan ini, DJKI berharap para civitas academica, pelaku seni, dan masyarakat umum semakin memahami urgensi pelindungan hak cipta serta aktif berkontribusi dalam menciptakan budaya taat hukum terhadap karya intelektual. (EYS/SYL)
Dalam upaya meningkatkan kesadaran dan pelindungan hukum terhadap karya intelektual masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum resmi menurunkan tarif pembayaran pencatatan hak cipta melalui Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2024.
Rabu, 18 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan bahwa edukasi mengenai hak cipta dan kepatuhan terhadap mekanisme penggunaan lagu untuk keperluan komersial adalah langkah mendasar dalam membangun ekosistem musik nasional yang sehat dan berkeadilan. Banyak pelaku usaha yang belum memahami bahwa memutar lagu di ruang publik atau menyelenggarakan konser merupakan bentuk penggunaan komersial yang wajib memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Selasa, 17 Juni 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menggelar pembelajaran Modul Pelindungan Kekayaan Intelektual tingkat dasar secara daring pada 17 Juni 2025. Kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari ke depan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat umum yang ingin mempelajari lebih dalam terkait kekayaan intelektual (KI).
Selasa, 17 Juni 2025