Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus memperkuat transparansi dalam proses pemberian paten melalui mekanisme publikasi A. Publikasi tersebut wajib dilakukan paling lambat enam bulan sejak tanggal penerimaan permohonan paten, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Antario Terryandana, Pemeriksa Paten Muda DJKI, publikasi A dan B bukan sekadar proses administratif, melainkan merupakan sarana penting untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam sistem paten nasional.
“Pada Publikasi A memberi ruang bagi publik untuk berpartisipasi aktif. Informasi dari masyarakat dapat menjadi bahan pertimbangan penting dalam proses pemeriksaan substantif,” ujar Antario dalam webinar OKE KI DJKI yang digelar pada Senin, 19 Mei 2025.
Ia menambahkan, dalam praktiknya, DJKI menerbitkan informasi teknis dan hukum dari setiap permohonan paten melalui portal resmi https://www.dgip.go.id/berita-resmi/berita-resmi-paten. Pemohon juga memiliki hak untuk memberikan penjelasan atau sanggahan atas tanggapan masyarakat, sehingga terjadi dialog terbuka dalam sistem paten nasional.
Selain itu, DJKI juga menyediakan mekanisme percepatan publikasi A yang dapat diajukan paling cepat tiga bulan sejak tanggal penerimaan permohonan, dengan biaya administrasi sebesar Rp 500.000 mengacu pada Undang-Undang Nomor 65 Tahun 2024 tentang Paten, Pasal 46 ayat 3.
“Fleksibilitas ini kami berikan untuk mengakomodasi kebutuhan industri yang menuntut percepatan dalam pelindungan hukum,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan dari salah satu peserta webinar, Gunawan, yang mempertanyakan mengapa tidak semua permohonan secara otomatis dipercepat publikasinya, Antario menjelaskan bahwa masa publikasi A selama 18 bulan merupakan standar internasional.
“Tidak semua pemohon menginginkan percepatan karena bisa jadi mereka masih ingin menyempurnakan invensinya atau karena alasan strategis lainnya. Percepatan hanya dilakukan atas permintaan pemohon,” terangnya.
Namun demikian, tidak semua permohonan paten diumumkan secara terbuka. Invensi yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara tetap dikecualikan dari publikasi setelah melalui konsultasi dengan instansi terkait.
Melalui berbagai upaya ini, DJKI menegaskan komitmennya dalam mewujudkan sistem paten yang akuntabel, partisipatif, dan adaptif terhadap kebutuhan pemohon serta kepentingan nasional.
Menutup webinar ini, Ia menjelaskan perbedaan antara Publikasi A dan B dimana untuk Publikasi A dapat digunakan oleh pihak lain sebagai dasar dalam mengajukan keberatan permohonan paten dan bisa juga digunakan oleh pemeriksa paten untuk mengecek apakah dokumen tersebut sudah diungkapkan sebelumnya atau belum. Sedangkan untuk publikasi B adalah dokumen final sehingga bisa menjadi referensi inventor atau masyarakat sebelum mengajukan permohonan paten. (EYS/DAW)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum RI, mengumumkan data permohonan pencatatan hak cipta yang diterima pada tahun 2024, dengan dominasi buku sebagai kategori tertinggi. Sebanyak 27.397 permohonan hak cipta berhasil dicatatkan untuk kategori buku, ini menunjukkan tingginya produktivitas dan minat masyarakat dalam berkarya tulis.
Jumat, 30 Mei 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menyelenggarakan Webinar OKE KI pada 28 Mei 2025. Kegiatan ini menghadirkan Sekretaris DJKI, Andrieansjah, sebagai narasumber dan mengusung tema “Melindungi Kekayaan Intelektual di Era Digital.
Rabu, 28 Mei 2025
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) membuka akses lebih luas bagi masyarakat untuk mengenal dan mendalami isu-isu Kekayaan Intelektual (KI) melalui koleksi buku yang tersedia di perpustakaan fisik dan digital miliknya. Kini, masyarakat dapat meminjam buku-buku bertema KI serta berbagai topik lainnya secara daring melalui aplikasi ePerpusDJKI.
Senin, 26 Mei 2025
Sabtu, 31 Mei 2025
Jumat, 30 Mei 2025
Jumat, 30 Mei 2025