Jakarta — Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 38 Tahun 2018 mengatur secara teknis pengajuan perbaikan dan koreksi pada sertifikat paten. Kebijakan ini dilakukan guna meningkatkan ketepatan data dalam dokumen paten dan mendukung pelindungan hukum yang sah bagi pemegang paten.
“Apabila pemohon mengalami kesalahan pada sertifikat, konsultan kekayaan intelektual (KI) dapat membantu dengan mengajukan perbaikan sertifikat pada aplikasi SAKI. Nantinya akan terlihat apakah perbaikan bisa dilanjutkan atau tidak”, ujar Hermawan Saputro, Sekretaris Tim Kerja Sertifikasi Paten dalam webinar OKE KI yang digelar pada 21 April 2025.
Dalam pemaparannya, Hermawan menjelaskan perbaikan terbagi menjadi dua jenis, yaitu perbaikan tidak berbayar dan perbaikan berbayar. Perbaikan tidak berbayar berlaku untuk kesalahan dari pihak DJKI, sementara perbaikan berbayar dikenakan apabila kesalahan berasal dari pihak pemohon.
“Apabila DJKI melakukan kesalahan pada penulisan data pemohon tentu akan dibantu untuk diperbaiki tanpa biaya. Pemohon cukup mengajukan perbaikan melalui SAKI dengan melampirkan data yang lengkap,” jelasnya.
Pada aplikasi SAKI, pemohon cukup memilih menu pasca permohonan, lalu memilih menu dokumen tidak berbayar. Setelah itu, pemohon wajib melengkapi surat permohonan perbaikan sertifikat dan mengunggah kembali dokumen atau sertifikat yang mengalami kesalahan penerbitan.
“Yang sering terjadi konsultan hanya melampirkan salah satu berkas saja. Padahal DJKI membutuhkan keseluruhan dokumen untuk meninjau dan memperbaiki data. Diharapkan konsultan lebih memperhatikan kelengkapan dokumen agar proses perbaikan berjalan cepat,” tambah Hermawan.
Selain itu, pengajuan perbaikan atas kesalahan pemohon juga dapat diajukan melalui SAKI. Perbaikan ini dikenakan biaya sebesar Rp500.000 dan tidak diterbitkan sertifikat baru, melainkan hanya berupa surat pemberitahuan perbaikan atas kesalahan tersebut. Permohonan harus dilengkapi dengan surat perbaikan, sertifikat asli, dan dokumen pendukung lainnya.
“Kesalahan dari pemohon hanya bisa diperbaiki jika berupa kesalahan pengetikan, dan tidak menyangkut substansi. Misalnya kesalahan penulisan alamat atau kewarganegaraan,” jelas Hermawan.
Selain sertifikat, koreksi juga dapat diajukan terhadap lampiran seperti deskripsi, klaim, dan abstrak, selama kesalahan tersebut bersifat teknis dan tidak memperluas substansi paten.
Sebagai tambahan layanan, DJKI juga menyediakan pengajuan petikan daftar umum paten dengan biaya Rp300.000 serta salinan dokumen paten seharga Rp20.000 per lembar, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2019.
Pemahaman atas prosedur ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi pemegang paten dalam menjaga keakuratan data sertifikat mereka. (mkh/syl)
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus memperkuat transparansi dalam proses pemberian paten melalui mekanisme publikasi A. Publikasi tersebut wajib dilakukan paling lambat enam bulan sejak tanggal penerimaan permohonan paten, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Senin, 19 Mei 2025
Pemerintah Indonesia terus mendorong pendaftaran merek sebagai langkah untuk melindungi kekayaan intelektual (KI). Berdasarkan data terkini, permohonan merek terbanyak pada tahun 2024 tercatat pada kelas-kelas barang dan jasa tertentu. Data ini memberikan gambaran jelas mengenai jenis usaha yang paling banyak didaftarkan mereknya di Indonesia, yang mencerminkan perkembangan bisnis yang terus meningkat di berbagai sektor.
Kamis, 15 Mei 2025
Jakarta – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum Republik Indonesia terus memperkuat komitmennya dalam membangun birokrasi yang bersih dan profesional melalui webinar nasional bertema Integritas Pegawai DJKI: Menangkal Benturan Kepentingan Sejak Dini pada 15 Mei 2025. Kegiatan ini merupakan bagian dari langkah strategis dalam mewujudkan pelayanan publik yang adil dan transparan.
Kamis, 15 Mei 2025