Batik Nitik dan Sasirangan: Dari Warisan Budaya Menjadi Kekayaan Ekonomi

Jakarta - Upaya pemerintah melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk memajukan ekonomi masyarakat di setiap daerah tercermin dengan dukungan pelindungan hukum produk khas wilayah tersebut. Dengan pelindungan hukum indikasi geografis, produk dengan karakteristik yang unik tidak hanya akan terlindungi dari reputasi serta mutu produknya tetapi juga meningkatkan nilai produk di mata konsumen. 

Hal ini dialami dua produsen produk indikasi geografis lokal yaitu Batik Tulis Nitik Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kain Sasirangan Kalimantan Selatan. Meski batik umumnya sudah terkenal di mancanegara, Batik Tulis Nitik memiliki motif tertua khas Yogyakarta yang awalnya sudah dikembangkan sejak era Sultan Hamengkubuwono VII. Batik ini memiliki ciri yang sangat khas pada motif nitik yang menyerupai bujur sangkar yang terdapat pada setiap kain diikuti dengan proses pembuatannya yang sangat khas dan disukai produsen luar negeri.

“Adapun ciri utama yang membedakan Batik Tulis Nitik dengan motif batik lainnya adalah dibuat dengan cara menitik bukan diseret seperti pembuatan batik pada umumnya. Alat canting yang digunakanpun khusus, yaitu Canting Nitik,” jelas Rusli Hidayat selaku Perwakilan Paguyuban Batik Tulis Nitik DIY dalam Business Talk yang diselenggarakan di acara Forum Indikasi Geografis (IG) Nasional, Temu Bisnis, dan Apresiasi Insan Kekayaan Intelektual (KI) Tahun 2024 pada Puncak Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Tahun 2024.

Rusli menjelaskan bahwa sejak terdaftar sebagai IG pada tahun 2020, produknya tidak hanya menjadi bagian dari kreasi busana dan warisan budaya Indonesia, tetapi telah mendapat pengakuan internasional. Meski demikian, naiknya pamor batik ini juga membawa dampak tidak menyenangkan yang harus dirasakan produsen. 

“Pertama diakui secara institusi, profesional, karena telah dilindungi oleh DJKI. Banyak manfaat yang didapat sehingga Batik Tulis Nitik semakin dikenal. Namun, dengan semakin meningkatnya popularitas Batik Tulis Nitik, tidak jarang ditemui beberapa orang yang ingin meniru dengan cara diprint, bukan dengan cara menitik,” ungkap Rusli. 

“Jika diprint, itu bukan batik nitik lagi namun batik printing. Nah, jika kasus seperti itu saya bisa tegur orang tersebut karena kami memiliki sertifikat IG,” lanjutnya.

Selanjutnya, dampak positif yang dirasakan dengan terdaftarnya sebagai IG dapat meningkatkan harga jual dari Batik Tulis Nitik. Dahulu harganya di bawah standar pasaran harga batik, tetapi sekarang sudah berkali - kali lipat meningkat harga jualnya.

Sejalan dengan Rusli, Fahruzzaini selaku Ketua Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Sasirangan Kalimantan Selatan juga mengakui dampak positif yang mereka rasakan langsung setelah pendaftaran IG. Saat ada pihak yang mencoba merusak harga pasar dengan membuat produk tiruan, MPIG dapat memberikan teguran atau DJKI yang dapat memberikan penindakan hukum secara tegas. 

“Sama seperti batik nitik. Dahulu sasirangan juga diserang oleh produk - produk printing dari luar. Motif sama namun bahan berbeda. Mereka jual lebih murah sehingga hal ini merusak harga dan karya. Jika ingin komplain tidak bisa karena kata mereka kebebasan pasar,” buka Fahruzzaini.

“Saat ini, Alhamdulillah dengan adanya IG bisa kami tegur pelaku usaha/penjualnya, bisa kami edukasi tentang IG, dan juga bagaimana etika bisnisnya serta bagaimana menghargai para pengrajin,” lanjutnya. 

Sebagai informasi, DJKI menggelar Forum Indikasi Geografis Nasional, Temu Bisnis, dan Apresiasi Insan Kekayaan Intelektual (KI) Tahun 2024 pada Puncak Peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia Tahun 2024 yang berlangsung pada 12 s.d. 13 Juni 2024 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM mengadakan Business Talk atau Bistalk.

Pada sesi Business Talk ini, DJKI menghadirkan perwakilan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) untuk membagikan kisah sukses mereka dalam membangun dan mempertahankan reputasi serta produknya. (DSS/KAD)



LIPUTAN TERKAIT

Industri Fashion Tumbuh Dinamis, DJKI Dorong Pelindungan Desain Industri

Pertumbuhan industri mode Indonesia bergerak ke arah yang lebih baik dan dinamis terbukti dengan banyaknya desainer yang berpartisipasi pada pekan mode dunia, baik dalam bentuk peragaan busana atau pameran. Hal ini disampaikan Fashion Desainer Lenny Agustin dalam Live Instagram Webinar OKE KI yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada 21 Mei 2025.

Rabu, 21 Mei 2025

DJKI Tegaskan Pentingnya Publikasi Paten

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum terus memperkuat transparansi dalam proses pemberian paten melalui mekanisme publikasi A. Publikasi tersebut wajib dilakukan paling lambat enam bulan sejak tanggal penerimaan permohonan paten, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Senin, 19 Mei 2025

Tren Pendaftaran Merek di Indonesia: Peningkatan Penggunaan Teknologi AI untuk Mempermudah Proses Penelusuran

Pemerintah Indonesia terus mendorong pendaftaran merek sebagai langkah untuk melindungi kekayaan intelektual (KI). Berdasarkan data terkini, permohonan merek terbanyak pada tahun 2024 tercatat pada kelas-kelas barang dan jasa tertentu. Data ini memberikan gambaran jelas mengenai jenis usaha yang paling banyak didaftarkan mereknya di Indonesia, yang mencerminkan perkembangan bisnis yang terus meningkat di berbagai sektor.

Kamis, 15 Mei 2025

Selengkapnya