Pemerintah Pertahankan UU Hak Cipta Demi Kesejahteraan Musisi Indonesia

Jakarta – Permohonan atas pengujian beberapa pasal pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi oleh PT. Musica Studios menuai beragam keberatan dari para pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi. Menyikapi permohonan pengujian beberapa pasal tersebut, organisasi profesi musik mengadakan audiensi dengan Plt. Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Ir. Razilu, M.Si, CGCAE pada Jumat, 10 Desember 2021.

PT Musica Studios membuat  permohonan pengujian terhadap pasal 18 dan 30 Undang-Undang Hak Cipta kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Pada prinsipnya pasal-pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut memuat jangka waktu kepemilikan hak cipta atas lagu. Permohonan tersebut meminta hak ekonomi lagu tidak kembali ke pencipta dan pemegang hak terkait setelah 25 tahun diciptakan seperti yang saat ini diatur dalam UU Hak Cipta.

Namun perlu diketahui latar belakang lahirnya pasal 18 dan 30 Undang-Undang Hak Cipta didasarkan untuk membela hak-hak pencipta yang sebelumnya terikat pada perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus. Sebelum adanya pasal tersebut, pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi tidak menikmati royalti dari hasil penjualan lagunya dikarenakan mereka telah melakukan perjanjian tanpa batas waktu atau jual putus. 

Oleh karenanya, para pencipta merasa keberatan apabila pasal 18 dan 30 UU Hak Cipta diuji ulang. Tanpa pasal tersebut, mustahil mereka dapat meninggalkan warisan berupa hak ekonomi karya cipta lagu pada keturunan mereka kelak. 

“Seharusnya pencipta dan pemegang hak terkait melaksanakan prinsip simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pada dasarnya pemerintah akan mempertahankan Undang-Undang yang sudah ada,” tutur Razilu.

Dalam praktiknya di beberapa negara, antara lain Amerika Serikat, hal ini dikenal dengan Termination Rights atau pembatasan dalam perjanjian atas karya lagu. Dengan dasar itu lahirlah pasal 18 dan 30 untuk membela hak asasi pencipta, pelaku pertunjukan, dan penyanyi.

“Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 telah mencerminkan keadilan hubungan antara pencipta dan pemilik hak terkait. Pasal ini hadir untuk menyeimbangkan posisi pencipta dan pemegang hak cipta,” tutur Candra Darusman selaku Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI).

Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual akan mempertahankan pasal tersebut sebagai bentuk pelindungan terhadap pencipta dan pemegang hak terkait dengan pertimbangan latar belakang lahirnya Undang-undang tersebut. (DES/KAD)


LIPUTAN TERKAIT

IP Podcast Meriahkan Hari KI Sedunia Tahun 2024 di 33 Provinsi

Setiap tahunnya, tanggal 26 April diperingati sebagai Hari Kekayaan Intelektual (KI) Sedunia sebagaimana yang telah ditetapkan oleh World Intellectual Property Organization (WIPO) dalam Twenty-Sixth (12th Extraordinary) Session of the WIPO General Assembly yang diadakan pada 25 September s.d. 3 Oktober 2000 di Jenewa.

Jumat, 26 April 2024

MIC Kembali Hadir Meriahkan Hari KI Sedunia Ke-24 Tahun 2024

Menyemarakkan Hari Kekayaan Intelektual (KI) Sedunia ke-24, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyelenggarakan kegiatan Mobile Intellectual Property Clinic (MIC) secara serentak di seluruh Kantor Wilayah Kemenkumham seluruh Indonesia pada Jumat, 26 April 2024.

Jumat, 26 April 2024

Sambut Hari KI Sedunia, RuKI Bergerak Berikan Edukasi ke Seluruh Indonesia

Dalam rangka memeriahkan Hari Kekayaan Intelektual (KI) Sedunia Ke-24, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual menyelenggarakan kegiatan Guru Kekayaan Intelektual (RuKI) Bergerak secara serentak di 33 wilayah di Indonesia pada Jumat, 26 April 2024. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan edukasi KI dasar kepada anak-anak di bangku sekolah.

Jumat, 26 April 2024

Selengkapnya