Penguatan Peraturan Pemungutan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik Melalui PP Nomor 56 Tahun 2021
Oleh Admin
Penguatan Peraturan Pemungutan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik Melalui PP Nomor 56 Tahun 2021
Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56
Tahun 2021 terkait Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik
menimbulkan berbagai pertanyaan masyarakat terkait mekanisme pelaksanaannya.
Untuk itu, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar IP Talks 1.5 "Telisik
Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik" dengan menghadirkan narasumber Penyanyi
dan Pencipta Lagu Anang Hermansyah, Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif
Nasional Marulam J. Hutauruk, dan Kasubdit Pelayanan Hukum dan Lembaga
Manajemen Kolektif DJKI Agung Damar Sasongko, serta dimoderatori oleh Kepala
Bagian Tata Usaha dan Hubungan Masyarakat DJKI Irma Mariana pada hari Jumat
(9/4/2021).
"PP ini merupakan penguatan dari
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Kewajiban membayar royalti
sudah ada sebelumnya, tetapi melalui PP ini kembali dikuatkan implementasinya,
terutama penguatan terhadap hak ekonomi dari pencipta dan pemilik hak
terkait," jelas Agung.
Berdasarkan peraturan, ada 13 area pelayanan
publik komersial yang memiliki kewajiban untuk membayarkan royalti, antara lain
restoran, kafe, konser musik, pusat rekreasi, bioskop, usaha karaoke, dan
lembaga penyiaran.
Pelaku bisnis sebagai pengguna komersial dari
karya ciptaan para pemilik hak wajib membayarkan royalti kepada Lembaga
Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Sebagai pihak yang berwenang, LMKN tentunya
melakukan pemungutan sesuai dengan tarif yang ditetapkan dan disahkan dalam
putusan menteri dan mendistribusikannya kepada para pemilik hak cipta dan
pemegang hak terkait.
"Dari segi pemungutan royalti, LMKN
melakukan pemungutan sesuai dengan prosedur dan tarif yang berlaku. Misalnya
pada hotel, dihitung berdasarkan jumlah kamar, bukan lagu. Semua jelas, tidak
ada negosiasi maupun kongkalikong," tegas Marulam.
Dari
kacamata pegiat industri, hadirnya PP Nomor 56 Tahun 2021 merupakan hal positif
yang perlu didukung pelaksanaannya agar berjalan dengan baik. Anang Hermansyah sebagai salah satu pencipta
karya, menyatakan dukungannya kepada penerapan peraturan ini. “Para pelaku
bisnis banyak yang belum memasukkan unsur penggunaan lagu dalam penghitungan
mereka. Padahal untuk menciptakan karya juga membutuhkan waktu, tenaga, dan
biaya. Dari sisi pencipta karya seperti
saya, adanya peraturan ini memang wajib untuk dilaksanakan oleh pemerintah,”
ujar Anang.
Ke depan, akan dibentuk pusat data musik yang
tersentralisasi untuk seluruh karya ciptaan anak bangsa. Pusat data ini dapat
dijadikan dasar bagi LMKN dalam melakukan penarikan royalti serta menjadi
referensi masyarakat dalam merujuk kepemilikan suatu karya.
"Pusat data ini akan bersumber pada E-Hak
Cipta yang sudah DJKI miliki. DJKI sudah memiliki E-Hak Cipta yang kemudian
akan dikembangkan menjadi pusat data yang bisa menjadi subsistem terkait dengan
musik," ujar Agung.
Sebelumnya, DJKI telah menyelenggarakan
konferensi pers terkait isu ini bersama Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual
Freddy Harris. Freddy menyatakan, kehadiran PP Nomor 56 Tahun 2021 merupakan
awal transparansi penarikan dan pendistribusian royalti hak cipta lagu dan
musik. (SYL/KAD)