Pelindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal yang Tidak Terdaftar di Indonesia

Jakarta - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)  kembali menggelar Organisasi Pembelajar DJKI (Opera DJKI). Kegiatan ini merupakan salah satu program unggulan sebagai upaya Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly dalam hal peningkatan SDM berkualitas dan berdaya saing. 

Opera DJKI merupakan program DJKI aktif Belajar dan Mengajar yang diusung oleh Pelaksana Tugas Direktur Jenderal kekayaan Intelektual Razilu yang kali ini membahas terkait pelindungan hukum terhadap merek terkenal yang tidak terdaftar di Indonesia. 

“Merek merupakan bagian dari kekayaan intelektual (KI) sehingga perlu dilindungi keberadaannya. Membangun suatu merek tidaklah mudah, perlu upaya luar biasa agar merek dapat menjadi dikenal oleh masyarakat,” tutur Direktur Merek dan Indikasi Geografis Nofli pada Rabu, 2 Maret 2022 melalui Zoom Cloud Meeting. 

Selanjutnya, Ia menerangkan bahwa masyarakat yang dimaksud tidak hanya di dalam negeri tapi di seluruh dunia. Karena usaha yang luar biasa inilah penting bagi pemilik merek untuk melindungi mereknya agar tidak dipalsukan. Semakin merek terkenal, semakin banyak permasalahan yang akan timbul, karena akan semakin banyak pihak yang memanfaatkan nilai merek tersebut.


“Oleh karena itu, terkait hukum merek yang merupakan bagian dari hukum kekayaan intelektual melindungi tidak hanya pada merek yang terdaftar, akan tetapi juga melindungi merek terkenal yang tidak terdaftar,” ujar Nofli. 


Di sisi lain, masyarakat perlu mengetahui pada pengajuan permohonan pendaftaran merek bisa mendapatkan usul tolak. 


Salah satu faktor yang perlu diperhatikan adalah apabila permohonan merek yang diajukan mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis dan juga merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa tidak sejenis yang memenuhi persyaratan tertentu.


Namun, menurut Pemeriksa Merek Madya Widi Nugroho pada penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. 


“Di samping itu, diperhatikan pula reputasi merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek dimaksud di beberapa negara,” ujar Widi. 


Jika hal tersebut belum dianggap cukup, menurut Widi maka pengadilan niaga dapat memerintahkan lembaga yang bersifat mandiri untuk melakukan survei guna memperoleh kesimpulan mengenai terkenal atau tidaknya merek yang menjadi dasar penolakan. (ver/amh)


LIPUTAN TERKAIT

Halal Bihalal: Tradisi Positif Untuk Peningkatan Sinergi

Jakarta - Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) senantiasa menjunjung tinggi tata nilai Profesional, Akuntabel, Sinergi, Transparan, dan Inovatif (PASTI)

Kamis, 18 April 2024

DJKI Gelar Pisah Sambut Pimpinan Tinggi di Lingkungan DJKI

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menggelar kegiatan Pisah Sambut Pimpinan Tinggi di lingkungan DJKI pada Selasa, 16 April 2024, di Aula Oemar Seno Adjie, Gedung Eks Sentra Mulia, Jakarta.

Selasa, 16 April 2024

Jadikan Momentum Introspeksi dan Evaluasi Diri, Kemenkumham Gelar Apel dan Halal Bihalal Idulfitri 1445 Hijriah

Untuk mengawali kerja pasca libur Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menggelar apel pagi sekaligus halal bihalal secara hybrid yang dilaksanakan pada Senin, 16 April 2024 di Lapangan Upacara Kemenkumham Jakarta.

Selasa, 16 April 2024

Selengkapnya